Dibaca 7
Oleh: Wajidi Sayadi
Materi ini bagian dari ngaji fajar atau subuh rutin setiap Ahad di Surau Babul Jannah Komplek Dinasti Indah Jl. Purnama Pontianak.
Selengkapnya dapat disimak dalam Channel Youtube Wajidi Sayadi
Allah Ta’ala berfirman dalam al-Qur’an:
ذٰلِكَ وَمَنْ يُّعَظِّمْ حُرُمٰتِ اللّٰهِ فَهُوَ خَيْرٌ لَّه عِنْدَ رَبِّهۗ
Demikianlah (petunjuk dan perintah Allah). Siapa yang mengagungkan apa yang terhormat di sisi Allah lebih baik baginya di sisi Tuhannya. (QS. al-Hajj, 22: 30).
ذٰلِكَ وَمَنْ يُّعَظِّمْ شَعَاۤىِٕرَ اللّٰهِ فَاِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوْبِ
Demikianlah (perintah Allah). Siapa yang mengagungkan syiar-syiar Allah501) sesungguhnya hal itu termasuk dalam ketakwaan hati. (QS. al-Hajj, 22: 32).
Secara khusus tempat-tempat yang terhormat dan merupakan syiar-syiar agama Allah dalam ayat ini adalah terkait tempat manasik haji, termasuk masjid al-Haram, Ka’bah, tempat tawaf, tempat sa’i, dan lainnya.
Menuliakan tempat-tempat mulia dan dimuliakan Allah adalah amalan terbaik di sisi Allah, adalah adab dan etika yang merupakan wujud ketakwaan seseorang.
Ulama lainnya mmemahami ayat tersebut mengenai tempat-tempat terhormat dan syiar-syiar agama Allah bersifat umum sehingga meliputi masjid-masjid lainnya di mana pun berada.
Oleh karena itu tidak boleh meludah dalam masjid, dan secara khusus lagi dilarang meludah ke arah kiblat dan ke arah sebelah kanan.
Meludah apalagi meludahi itu berarti mengotori.
Mengotori berarti menganggap rendah dan menganggap hina.
Imam an-Nawawi (676 H/1277 M) ketika menjelaskan hadis larangan meludah ke arah kiblat dan ke arah kanan diawali dengan ayat al-Qur’an yang tersebut di atas menunjukkan bahwa maknanya bisa dipahami bersifat umum.
Abu Sa’id Al-Khudri Radhiyallahu ‘anhu menceritakan bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam suka membawa tandan kurma, Beliau memegangnya dan masuk Masjid, tiba-tiba Beliau mendapati dahak atau ludah di arah kiblat Masjid, maka beliau menggosoknya atau mengikisnya, kemudian Beliau menghadap kepada jamaah dengan marah seraya bersabda,
أَيَسُرُّ أَحَدَكُمْ أَنْ يُبْصَقَ فِي وَجْهِهِ إِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا اسْتَقْبَلَ الْقِبْلَةَ فَإِنَّمَا يَسْتَقْبِلُ رَبَّهُ عَزَّ وَجَلَّ وَالْمَلَكُ عَنْ يَمِينِهِ فَلَا يَتْفُلْ عَنْ يَمِينِهِ وَلَا فِي قِبْلَتِهِ وَلْيَبْصُقْ عَنْ يَسَارِهِ أَوْ تَحْتَ قَدَمِهِ فَإِنْ عَجِلَ بِهِ أَمْرٌ فَلْيَقُلْ هَكَذَا
Apakah salah seorang di antara kalian suka diludahi mukanya? Sesungguhnya seseorang apabila sedang menghadap kiblat, maka sebenarnya dia sedang menghadap Rabb-nya ‘Azza wa Jalla, menghadap kepada Allah, sedangkan malaikat ada di sebelah kanannya. Karena itu, janganlah berludah ke arah kanannya dan jangan pula ke depannya, akan tetapi berludahlah ke kirinya atau ke bawah kakinya, jika ada sesuatu yang mengharuskannya segera meludah, maka lakukanlah seperti ini.” (HR. Abu Daud dari Abu Said al-Khudriy).
Dalam hadis tersebut, Nabi SAW. jelas-jelas marah dan melarang meludah ke arah depan karena ketika sedang shalat hakekatnya sedang berdialog bersama Allah di depannya di arah kiblat. Begitu juga dilarang meludah ke arah sebelah kanan sebab di sebelah kanan ada malaikat pencatat kebaikan.
Arah kiblat dan arah sebelah kanan adalah arah tempat mulia dan dimuliakan Allah, maka tidak boleh meludah ke arah sana.
Nabi SAW. memberi tuntunan agar meludah ke arah sebelah kiri atau ke bawah kakinya.
Para ulama dan guru-guru kita biasa mengajarkan ketika sedang shalat dalam keadaan tidak bisa lagi menahan ludah dan dahaknya, maka sebaiknya meludah ke sapu tangan atau tissu. Lalu membungkusnya dan memasukkannya ke kantong sehingga tidak menyentuh langsung pakaian shalat. Setelah usai shalat, dahaknya dibuang pada tempat yang selayaknya.
Ketika ada manusia di sebelah kiri, maka tidak boleh meludah, sebab manusia yang ada di sebelah kita adalah makhluk mulia. Sebaiknya ke arah lainnya yang tidak melanggar aturan adab etika dalam Islam.
Islam mengajarkan mengenai meludah baik ketika sedang shalat maupun di luar shalat menunjukkan betapa Islam sangat memperhatikan masalah adab dan etika, bagaimana menghargai dan menghormati tempat-tempat yang seharusnya.
Tidak boleh sembarangan meludah kapan dan di mana saja semaunya.
Orang yang meludah semaunya sembarangan tempat dan waktu menunjukkan kurang akhlak dan kurang adab, apalagi meludah di sebelah di mana ada orang-orang di situ. Lebih dilarang lagi meludahi orang orang lain. Itu sebuah penghinaan.
Bahkan beitu pentingnya adab ini, Rasulullah SAW. menjelaskan dampak akibatnya dari sembarangan meludah:
مَنْ تَفَلَ تُجَاهَ الْقِبْلَةِ جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ تَفْلُهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ
Siapa meludah ke arah kiblat, maka pada hari kiamat ia akan datang sementara ludahnya menempel pada kedua matanya. (HR. Abu Daud dari Hudzaifah).
Meludah ke arah kiblat, hakekatnya meludahi wajah sendiri.
Wajah adalah mahkota dan kehormatan bagi setiap orang.
Semoga Bermanfaat
Pontianak, 1 September 2024