IBUKU, GURUKU, TELADANKU YANG SANGAT ARIF NAN BIJAK: JUNIARA BINTI HAJI ACO

Oleh: Wajidi Sayadi

 

Hari ini tanggal 20 Oktober genap 14 tahun lalu wafatnya ibuku tercinta yang sangat saya hormati, patuhi dan teladani bernama Juniara binti H. Aco, tepatnya hari Rabu 20 Oktober 2010.

Di saat jelang menyampaikan materi pada salah satu kegiatan yang diselenggarakan oleh Kanwil Kementerian Agama Provinsi Kalimantan Barat di Asrama Haji Pontianak, tiba-tiba terdengar suara telepon dari keluarga, bahwa Uwwa’ (ibuku) lagi tidak sadarkan diri. Firasatku langsung menangkap bahwa ibuku tidak lama lagi akan menghadap ke Hadirat Allah. Langsung saya hubungi pamanda Tajuddin Mahdi, mohon segera ke rumah saya bantu dampingi talqinkan ibuku, bantu mempersiapkan diri dengan tenang dan husnul khatimah menghadap ke Hadirat Allah. Firasatku mengatakan ibuku sudah siap-siap menghadap ke Hadirat Allah.

Saya tidak jadi masuk ke ruangan Asrama haji Pontianak tempat acara yang sedang ditunggu para peserta. Dengan cepat langsung ke rumah jemput istri, ambil tas dan pakaian seadanya persiapan menuju Bandara. Lagi sedang siap-siap menuju Bandara, tiba-tiba dapat panggilan telepon yang mengabarkan Inna Lillahi wa Inna Ilaihi Raji’un. Ibuku telah menghembuskan nafas terakhirnya memenuhi panggilan Allah Yang Maha Bijaksana:

يٰٓاَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَىِٕنَّةُۙ ارْجِعِيْٓ اِلٰى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَّرْضِيَّةً ۚ فَادْخُلِيْ فِيْ عِبٰدِيْۙ وَادْخُلِيْ جَنَّتِيْ ࣖࣖ

Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan rida dan diridhai. Lalu, masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku! (QS. Al-Fajr, 89: 27-30).

Hari Kamis pagi 21 Oktober 2010, Ibuku dimakamkan setelah keluarga menunggu kehadiranku bersama istri dari Pontianak. Jenazahnya dishalatkan secara berjamaah di Masjid Raya Campalagian diimami oleh KH. Muhammad Dahlan Qadhi Masjid Raya Campalagian. Pemakamannya di Pekuburan To Ilang berdampngan dengan makam ayahku M. Sayadi.

Sebagai bakti dan persentuhan terakhir dengan jasad ibuku, saya mengangkat dan memasukkan jenazahnya ke liang lahad dengan bacaan kalimat:

بِسْمِ اللهِ وَعَلَى مِلَّةِ رَسُولِ اللهِ، اللَّهُمَّ افْتَحْ أَبْوَابَ السَّمَاءِ لِرُوحِها وَأَكْرِمْ نُزُلَها وَوَسِّعْ مَدْخَلَها وَوَسِّعْ لَها فِي قَبْرِهِا

“Dengan nama Allah dan atas agama rasul-Nya. Ya Allah, bukalah pintu-pintu langit untuk roh jenazah, muliakanlah tempatnya, luaskanlah tempat masuknya, dan lapangkanlah alam kuburnya.”

Ibuku wafat dalam usia 84 tahun setelah menjanda selama 34 tahun sejak ayahku M. Sayadi wafat 21 Agustus 1976.

Sekitar satu setengah bulan sebelum wafatnya, yakni 4 September 2010 sempat dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Polewali. Saya dan istri bersama adik-adik dan kakak sepupu menemani dan merawatnya selama di rumah sakit. Setelah lebih 10 hari, Beliau minta pulang ke rumah, Beliau sering melihat dan merasakan makhluk aneh di rumah sakit. Apa yang dilihat dan dirasakan, juga saya rasakan sendiri ada makhluk bergentayangan di sekitar tempat itu.

Seketika itu, teringat guru saya bernama KH. Abdurrauf al-Magfurlahu, Ulama besar dari Bone Sulawesi Selatan.

Beliau pernah mengatakan ketika mengajar kami, usahakan jangan sampai meninggal dunia di rumah sakit, karena tempat untuk finish detik-detik menghadap ke hadirat Allah perlu tempat yang Sakinah, tempat tenang yaitu rumah sendiri yang biasa ditempati beribadah, tidak cocok di rumah sakit terlalu banyak hambatan dan rintangannya di sana.

Rumah dalam bahasa Arabnya adalah Maskan, artinya tempat tenang dan menenangkan diri, terutama tempat tenang di saat-saat sakratul maut.

Mengingat nasehat guru saya tersebut di atas, permintaan ibuku keluar dari rumah sakit, mau pulang ke rumah, segera saya urus semua urusan administrasi dan mohon izin ke dokter yang menanganinya.

Setelah di rumah, kondisi kesehatannya semakin membaik.

Beliau minta saya, agar pulang ke Pontianak untuk menjalankan tugasnya sebagai pegawai negeri dan dosen.

Akhirnya, saya balik ke Pontianak, hanya istri saya yang tetap tinggal bersamanya menemani dan merawatnya bersama adik-adik dan kakak sepupu, kemenakan ibuku yang sudah dianggap seperti anaknya sendiri.

 

Keseharian dan Kearifan Ibuku

Ibuku dalam tampilan sehari-hari penuh kelembutan, keramahan dan senyuman manis yang menghiasi gerak hidupnya.

Tak ada suara keras dan teriak, apalagi marah.

Kelembutana dan keramahan inilah yang menjadi kekuatan dahsyat dalam pembelajaran yang sangat arif, tanpa kata-kata panjang lebar, tapi melalui bahasa keteladanan. Kalau pun Beliau bicara hanya seperlunya.

Ketika melihat suatu gelagat dan perbuatan yang dianggap menyimpang dari akhlak yang sebenarnya, Beliau selalu mengajarkan: “LELE BULU TALLELE ABIASANG” (artinya, gunung bisa dipindahkan, tapi kebiasaan buruk tak bisa dirubah).

Maka biasakanlah selalu bertutur kata yang baik dan berperilaku baik.

Kita akan selalu dihargai dan dikenang orang karena kebaikan kita. Kurang lebih begitulah, nasehatnya.

Pesan ini merupakan isi dan nilai hadis Rasulullah SAW. ketika ditanya oleh para sahabat. Amalan apakah yang paling banyak menyebabkan manusia masuk surga? Rasulullah SAW. menjawab: “Yaitu Akhlak yang terpuji”. (HR. Ahmad dari Abu Hurairah).

Suatu saat ketika menuangkan air panas yang tengah mendidih dalam panci mau dituangkan ke dalam termos, Beliau selalu mengingatkan hati-hati jangan sampai ada air panas terpercik dan tumpah ke tanah. Maklum rumah saya rumah panggung yang lantainya separuh papan dan separohnya adalah pelepah yang terbuat dari bambu. Ketika ada tumpahan air langsung tembus sampai menyentuh tanah.

Katanya, tanah akan berteriak kesakitan ketika ditumpahi air panas, sebagaimana Anda juga berteriak kepanasan dan kesakitan bila ditumpahi air panas.

Pada diri tanah itu juga ada kehidupan, sebagaimana kehidupan yang kita alami.

Memperlakukan alam dengan sangat bijak.

Ini suatu kearifan Ibuku yang luar biasa.

Beliau betul-betul mempraktekkan perintah hadis Rasulullah SAW.

ارْحَمُوا مَنْ فِي الْأَرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ

Sayangilah apa yang ada di bumi, niscaya Anda akan disayangi yang ada di langit, (maksudnya Allah akan menyayangimu). (HR. Tirmidzi dari Abdullah bin Amr).

Ibuku mahir dan fasih membaca tulisan Arab yang berbahasa Bugis dan Bahasa Indonesia. Ada beberapa bacaan rutin Beliau setiap saat, di antaranya Perukunan Melayu yang ditulis dari karya Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari (1812 M)

(كتاب فروكونن ملايو بسر دأمبيل درفد ستغه كراغن شيخ محمد أرشد بنجر),

Kitab Dalail al-Khairat yang disusun oleh Syekh Muhammad bin Sulaiman al-Jazuli (872 H) kumpulan shalawat Rasulullah SAW. Populer dengan nama Shalawat Sukku (Sukku artinya sempurna dan lengkap). Termasuk Kitab Fawaid atau Kitta’ Faedah Tulisan Arab berbahasa Bugis.

Di saat-saat membaca kitab tersebut, saya waktu masih kecil selalu berada di sampingnya, Beliau selalu menyebut dan mengagumi Gurunya di Madrasah Arabiyah Islamiyah (populer dengan nama Sekolah Arab) yang didirikan sejak tahun 1930, gurunya bernama Ustadzah Hajjah Hadharah (Nungguru Wa’ Lala), Guru Bijak Multi Generesi, zaman Belanda, zaman Jepang, zaman Kemerdekaan, dan zaman Gerilya dan 710 hingga tahun 1990-an, termasuk saya masih sempat diajar di Sekolah Arab. Umurnya panjang hingga sekitar 100 tahun lebih.

Hal yang sangat kuingat membekas dan menginspirasi, adalah ketika lagi sedang asyik membaca kitab-kitab tersebut, tiba-tiba terdengar bunyi beduk dari Masjid Raya Campalagian (rumah saya dengan masjid berdampingan hanya dibatasi jalanan yang berukuran lebar sekitar 8-10 meter), bunyi beduk menunjukkan waktu shalat sudah masuk, langsung Beliau menjawabnya dengan bacaan ALHAMDULILLAH sambil mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangannya, seperti ketika selesai berdoa.

Semua aktifitasnya dihentikan. Kegiatan apa saja yang sedang dilakukan, begitu mendengar bunyi beduk dari masjid, Beliau langsung membaca Alhamdulillah.

Ungkapan ini sebagai tanda syukur dan terima kasih kepada Allah, masih sempat diberi nafas hingga masuk waktu shalat.

Kebiasaan mengucapkan ALHAMDULILLAH dan mengusap wajah dengan kedua telapak tangan, ketika mendengar atau mengetahui masuknya waktu shalat sudah jarang bahkan tidak  ada lagi terdengar ucapan syukur seperti itu.

Kebiasaan lainnya, adalah setiap hari jumat, Beliau pergi ke rumah Kyai, ulama, atau Nungguru untuk mohon dibacakan doa tolak bala’.

Setiap berangkat, saya selalu diikutkan maklum sebagai anak bungsu.

Setiap ke rumah Nungguru bawa panci atau piring yang dibungkus kain di dalamnya ada beras, banno (nama bahasa daerah, sekarang semacam popcorn terbuat dari jagung. atau kue serta uang sebagai sedekah selepas baca doa tolak bala’.

Di antara rumah yang paling sering dikunjungi setiap hari jumat adalah rumah Nungguru Ampo Aju di Jl. KH. Abdul Hamid. Nungguru Ampo Aju kalau baca doa dengan suara dan nada khas kedengaran bukan saja yang ada dalam rumah, tapi sampai orang-orang yang sedang di jalanan pun ikut mendengar suara baca doanya. Apalagi kalau baca al-Barzanji dengan suara, lagu dan nada khasnya.

Kebiasaan mempercayakan baca doa kepada para alim ulama dan Ustadz serta bersedekah apa adanya adalah hal yang sungguh sangat membekas dan menginspirasi. Bahkan saya merasa, bahwa saya bisa menjadi seperti saat ini adalah berkat hasil dari doa-doa yang selalu Beliau titipkan kepada para ulama dan Nungguru. Selain doa Beliau ibuku sendiri.

Kebiasaan Ibu bersedekah setiap hari jumat yang saya saksikan sejak kecil, benar-benar sangat membekas dan menginspirasi saya hingga hari ini.

Saya dalam menempuh studi kuliah S1 di Makassar, S2 dan S3 di Jakarta, dengan modal bantuan beasiswa dan bantuan lainnya serta hidup seadanya, tetap membiasakan bersedekah setiap hari Jumat. Termasuk sedekah kepada ibu, saya selalu menyiapkan dan mengirimkan lewat wesel pos khusus sedekah untuk ibu saya. A;hamdulillah hingga hari ini kebiasaan sedekah setiap hari jumat tetap bisa dijaga dengan baik.

Setiap sedekah dan kebaikan lainnya semuanya juga diniatkan untuk almarhum kedua orang tua; ayah dan ibu serta guru-guru dan mereka yang berjasa dan membantu dalam perjalanan hidup saya hingga saat ini.

Semoga Allah senantiasa menata hati, jiwa dan pikiran sehingga bisa istiqamah menjaga kebiasaan yang baik yang telah ditorehkan ibuku.

Pada akhirnya, kami selalu mendoakan ayah dan ibuku dan semua keluarga, guru dan mereka yang telah mengantarkan kami hingga bisa menjadi hamba Allah seperti ini.

رب اغفرلي ولوالدي وارحمهما كما ربياني صغيرا ولجميع آبَائنَا وَاُمَّهَاتِنَا وَاَجْدَادنَا وَجَدَّاتِنَا واخواننا وَمَشَايِخَنَا وَاَسَاتذَنا وعلمائنا واخواننا من المسلمين والمسلمات الأحياء منهم والأموات برحمتك يا ارحم الراحمين

اللهم اجعل قبورهم روضة من رياض الجنة وادخلهم الجنة مع الأبرار لله ولهم الفاتحة

Semoga bermanfaat dapat menginspirasi

Singkawang, 20 Oktober 2024

Posted in: Uncategorized

Leave a Comment