Dibaca 291
Narasumber pada Acara bertajuk TUNTUNAN ISLAMI Live TVRI Pontianak bersama presenter Ust. Dolhadi, M.Pd. dengan tema: Berbuat Ihsan Kepada Kedua Orang Tua. Jumat, jam 15.00-16.00.
Perintah berbuat baik kepada kedua orang tua berbarengan dengan perintah ibadah dan tauhid. Allah Ta’ala berfirman:
وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا
Sembahlah Allah, jangan menyekutukannya dengan sesuatu apa pun, dan berbuat baiklah terhadap kedua orang tua. (QS. an-Nisa’, 4: 36).
Dalam ayat ini beberapa hal yang perlu dipahami sebagai kata kunci:
1. Perintah berbuat baik kepada kedua orang tua berbarengan setelah perintah beribadah dan larangan menyekutukan Allah yang merusak akidah.
Ini menunjukkan bahwa berbuat baik kepada kedua orang tua adalah sangat penting. Sesuatu yang sangat penting berarti sangat besarnya pengaruh dan dampak baiknya.
2. Dalam ayat ini menggunakan kata penghubung huruf BI (وَبِالْوَالِدَيْنِ) Huruf BI artinya dengan atau bersama. Bukan huruf “إلى” artinya kepada. Ayatnya tidak mengatakan: “وإلى الوالدين” artinya dan kepada kedua orang tua. Tapi menggunakan “وَبِالْوَالِدَيْنِ” artinya dengan kedua orang tua.
Huruf BI mengandung arti “إلصاق” yakni melekat, selalu mendekat dan bersama.
Berbeda jika menggunakan huruf “إلى” artinya kepada.
Jika menggunakan huruf “إلى” itu menunjukkan jarak.
Seorang anak yang berbuat baik kepada kedua orang tuanya janganlah mengambil jarak, apalagi jarak jauh sehingga kasih sayang juga bisa menjauh. Sebaliknya yang diperintahkan adalah وَبِالْوَالِدَيْنِ” yakni selalu dekat, bersama dan melekat dengan kedua orang tua.
Dengan selalu dekat, maka perhatian dan kasih sayang terhadap mereka bisa semakin baik, karena situasi dan keadaan yang dialami kedua orang tua dilihat dan disaksikan langsung. Bagaimana keadaan orang tua ketika makan, minum, tidur, mandi, dan berbagai aktifitasnya, apakah sehat, aman, nyaman, gembira, atau sebaliknya.
Berbeda ketika hanya mendapat kabar dari jarak jauh mengenai keadaan orang tua, kecuali ada hal-hal yang memang tidak memungkinkan untuk selalu dekat dengan mereka. Atau kedua orang tua sudah mengizinkan dan memahaminya.
Rasulullah SAW. pernah menyuruh seorang sahabat agar balik menemani ibunya, tidak diizinkan ikut perang Jihad fi Sabilillah, agar ia selalu dekat dengan ibunya.
Seorang sahabat bernama Muawiyah bin Jahimah datang kepada Rasulullah SAW. melapor dan mendaftar ingin ikut perang jihad fi Sabilillah bersama Beliau.
Nabi SAW. bertanya kepadanya: Apakah Anda masih punya ibu? Muawiyah menjawab, ya masih punya: “Rasulullah SAW. menegaskan, kalau begitu:
فَالْزَمْهَا فَإِنَّ الْجَنَّةَ تَحْتَ رِجْلَيْهَا
Kembalilah, temanilah dia ibumu, sesungguhnya surga berada di bawah kedua telapak kakinya. (HR. Nasai dari Muawiyah bin Jahimah as-Salamiy).
3. Berbuat baik kepada kedua orang tua menggunakan istilah إحسانا IHSAN, bukan Hasanah (baik), bukan Thayyiban (baik), bukan Khairan (lebih baik).
Kata Ihsan lebih tinggi dari pada Adil dan kata lainnya.
Misalnya, Allah berfirman:
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسانِ
Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berbuat adil dan Ihsan. (QS. an-Nahl, 16: 90).
Berbuat adil, maksukdnya melakukan sesuatu sesuai kewajiban, misalnya Anda kewajiban berkorban 1 ekor kambing dalam satu keluarga, sebagai wajib kifayah. Tapi Anda berkorban 2, 3, atau 4 ekor kambing. Itulah namanya berbuat Ihsan. Berbuat lebih dari yang wajib.
Inilah Akhlak lebih tinggi dari sekedar hukum.
Memperlakukan baik kepada orang lain sama dengan perlakuan baiknya kepada kita. itu Namanya berbuat adil. Tapi kalau kita berbuat baik melebihi dari kebaikannya kepada kita itulah namanya berbuat Ihsan.
Berbuat Ihsan, berbuat baik kepada kedua orang tua harus lebih maksimal dan sebaik-baiknya, tidak cukup hanya apa adanya.
Berbuat baik kepada mereka ketika masih hidup dan ketika sudah wafat, tetap berbuat kepada mereka.
Mulai dari tutur kata yang menyenangkan hatinya, tidak boleh berkata kasar dan membentak, tapi harus dengan قَوْلًا كَرِيمًا QAULAN KARIMAN, Ucapan yang mulia.
Maksudnya perkataan yang sesuai obyek, misalnya, kata-kata yang cocok sesuai dengan kondisi orang tua sehingga selalu menyenangkan mereka. Termasuk dengan selalu mendoakan, baik ketika masih hidup maupun ketika sudah wafat.
Allah Ta’ala berfirman:
وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا (23) وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا
Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya dengan perkataan yang mulia.
Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih saying dan ucapkanlah, “Wahai tuhanku, Sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil”. (QS. al-Isra’, 17: 23).
Setelah orang tua sudah wafat, kita tetap berbuat baik kepada mereka, misalnya:
1. Melunasi hutang orang tua.
2. Mendoakan dan mohon ampunkan.
3. Menyebarkan ilmu yang bermanfaat. Misalnya orang tua pernah mengajarkan suatu ilmu. Ilmu itu diamalkan dan dikembangkan sehingga nilai dan kemanfaatannya tetap mengalirkan pahala untuk orang tua yang sudah wafat. Apabila orang tua pernah mengarang buku, maka bukunya bagus disebarluaskan sehingga kemanfaatannya semakin menebar dan memperbanyak pahala untuk mereka yang tidak putus.
Rasulullah SAW. bersabda:
إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ.
Apabila manusia meninggal dunia, seluruh amalnya terputus kecuali tiga hal; yaitu sedekah jariyah (wakaf), ilmu yang bermanfaat dengannya, dan anak saleh yang mendoakan orang tuanya. (HR. Muslim dari Abu Hurairah).
4. Bersedekah atas nama orang tua yang sudah wafat. Misalnya kita bersedah, menyumbang, atau berwakaf diniatkan untuk orang tua.
Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu menceritakan, bahwa ibunya Sa’ad bin ‘Ubbadah radhiyallahu ‘anhu wafat Ketika Sa’ad tidak berada di sisinya. Lalu ia bertanya: “Wahai Rasulullah:
إِنَّ أُمِّي تُوُفِّيَتْ وَأَنَا غَائِبٌ عَنْهَا، أَيَنْفَعُهَا شَيْءٌ إِنْ تَصَدَّقْتُ بِهِ عَنْهَا؟ قَالَ: «نَعَمْ»، قَالَ: فَإِنِّي أُشْهِدُكَ أَنَّ حَائِطِيَ المِخْرَافَ صَدَقَةٌ عَلَيْهَا
Sesungguhnya ibuku wafat Ketika saya tidak Bersama dengannya, apakah bermanfaat untuk ibuku, apabila saya bersedekah atas nama orang tua? Nabi SAW. menjawab: “Ya bermanfaat”. Sa’ad berkata: “Kalau begitu, saya persaksikan kepada baginda rasul, bahwa kebunku saya sedekahkan atas Namanya. (HR. Bukhari dari Ibnu Abbas).
5. Memelihara hubungan silaturrahmi dengan kerabat dan sahabat orang tua yang sudah wafat.
Imam Bukhari meriwayatkan bersumber dari Aisyah: “Nabi pernah menyembelih seekor kambing dengan maksud dan tujuan sedekah bagi istrinya Khadijah. Potongan daging kambing tersebut kemudian dibagi-bagikan sebagai hadiah kepada teman-teman Khadijah.
6. Termasuk berbuat baik kepada orang tua yang sudah wafat adalah menjaga nama baik mereka dengan cara selalu menyebut kebaikannya dan menutupi aibnya.
Rasulullah SAW, bersabda:
“اذكُرُوا مَحاسِنَ موتاكم وكُفُّوا عن مَساويهم”
Sebutlah atau ingatlah kebaikan orang yang sudah wafat di antara kamu dan tahanlah dririmu dari keburukannya. (HHR. Abu Daud dari Ibnu Umar).
Semoga kita termasuk di antara orang yang berbuat dan selalu berbuat Ihsan kepada kedua orang tua.
Pontianak, Jumat, 25 Juni 2021