MARAH YANG LAYAK DAN SEHARUSNYA

Materi ini bagian dari pembahasan pada Pengajian Rutin Ahad Malam di Masjid Raya Mujahidin Pontianak, (13/5-2021). Kesempatan ini membahas mengenai باب الغضب إذا انتهكت حرمات الشرع والانتصار لدين الله تعالى (Marah ketika kehormatan Syariat Islam Dilecehkan dan Membela agama Allah).
Pada dasarnya, marah adalah penting, sebab merupakan emosi semangat energi dan kekuatan dalam memelihara diri dan menghindarkan diri dari berbagai hal yang bisa merusak. Orang bisa kerja keras karena didorong oleh kekuatan emosional. Begitu juga orang bisa merusak karena dorongan emosional. Oleh karena itu, emosi dan potensi kemarahan perlu ditata dan dikelola sehingga diketahui dan menempatkan mana marah yang layak dan Seharusnya.
Secara global, marah ada dua macam:
1. Marah yang melampiaskan ego emosional tak terkontrol dan tak tertata. Marah karena kepentingan pribadi, kepentingan ekonomi, kepentingan politik yang tidak jujur, marah dengan mengumbar kesalahan orang lain karena kebencian terhadap yang tidak sehaluan, atau kepentingan lainnya. Marah yang tidak dilandasi karena agama,, atau bukan karena Allah. Marah bukan pada waktu dan tempatnya, marah seperti ini termasuk yang dilarang dan tercela.
Ketika ada seseorang datang kepada Rasulullah SAW. bertanya: “Ajarilah aku amalan yang mengantarkanku menuju ke surga? Beliau menjawab: لا تغضب “Jangan marah”. (HR. Bukhari dari Abu Hurairah). Dalam riwayat lainnya, Rasulullah SAW. menegaskan “Jangan marah” diulangi sampai tiga kali.
Marah seperti ini juga dimaksud dalam hadis:
أَلَا وَإِنَّ الغَضَبَ جَمْرَةٌ فِي قَلْبِ ابْنِ آدَمَ، أَمَا رَأَيْتُمْ إِلَى حُمْرَةِ عَيْنَيْهِ وَانْتِفَاخِ أَوْدَاجِه
Ketahuilah, sesungguhnya marah itu adalah bara api dalam hati anak Adam (manusia) tidakkah kalian lihat kedua matanya merah dan urat lehernya naik?” (HR. Tirmidzi dari Abu Said al-Khudriy).
2. Marah yang didorong oleh rasa jujur dan ikhlas karena Allah. Marah semacam inilah sebagai energi dan kekauatn positif. Marah seperti inilah yang menjadi pembahasan malam ini dengan judul sebagaimana disebutkan di atas.
Dalam al-Qur’an, Allah Ta’ala berfirman:
وَمَنْ يُعَظِّمْ حُرُمَاتِ اللَّهِ فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ عِنْدَ رَبِّهِ
Siapa mengagungkan apa yang terhormat di sisi Allah, maka itu lebih baik baginya di sisi Tuhannya. (QS. al-Hajj, 22: 30).
Menurut para ulama tafsir, di antara yang terhormat dan mulia di sisi Allah adalah Masjid al-Haram dan Ka’bah atau Baitullah, karena ayat ini kaitannya dengan tempat prosesi manasik Haji. Demikian juga masjid lainnya sebagai rumah Allah tempat beribadah kepadanya. Termasuk al-Qur’an sebagai firman Allah dan sumber ajaran Islam. Sebagai yang terhormat dan mulia di sisi Allah, maka harus dimuliakan dan dihormati. Sekaligus dilarang merusak, melecehkan, menghina, menista atau mendustakannya.
Menista al-Qur’an dilarang, tapi juga sangat dilarang adalah menista dan mendustakan Agama, Siapa dia? Yaitu orang-orang kaya, orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kemampuan harta kekayaan, tapi tidak mau peduli, tidak mau membantu kesulitan orang lain, tidak mau zakat, tidak mau berqurban, menelantarkan anak-anak yatim, apalagi mengambil harta warisan hak anak yatim.
Maka marah yang layak dan seharusnya adalah ketika ajaran agama ini dilanggar, digannggu, dirusak, dan lecehkan. Namun marahnya dengan cara yang ma’ruf bukan dengan cara munkar, melampiaskan nafsu yang pada akhirnya justru memunculkan kemarahan Allah.
Dengan marah seperti ini akan menjadi energi dan kekuatan positif yang mengolah dan merubah keadaan dan kondisi dari yang tadinya tidak baik menjadi baik, dari yang tidak benar menjadi benar.
Dalam catatan dan kumpulan hadis yang merekam jejak kehidupan Rasulullah SAW. ketika marah, Ada hadis di antaranya yang dikutip oleh imam Nawawi dalam kitab Riyadh ash-Shalihin yang diberi Syarh oleh Syekh Muhammad bin ‘Allan ash-Shiddiqiy dalam kitabnya Dalil al-Falihin.
Lebih lengkap oleh Muhammad Ali Usman al-Mujahid menulis kitab berjudul عند ما غضب الرسول (Ketika Rasulullah SAW. Marah).
ada sekitar 60 hadis menunjukkan 60 keadaan ketika Nabi SAW. marah, dalam pengertian marah yang positif karena Allah.
Ada seorang laki-laki datang kepada Rasulullah SAW. melapor. Wahai Rasulullah, saya mundur dari shalat jamaah subuh karena imamnya terlalu memanjangkan bacaanya. Kata ‘Uqbah, sahabat yang meriwayatkan hadis ini, “Saya tidak pernah melihat Rasulullah SAW. marah ketika memberi nasehat yang melebihi kemarahannya pada hari itu”. Setelah itu, Beliau bersabda mengingatkan: “Wahai sekalian manusia, sesungguhnya di antara kalian terdapat MUNAFFIRIN, orang yang suka membuat orang lain lari dari agamanya, Siapa pun di antara kalian jika menjadi imam shalat, hendaklah meringankannya, karena di belakang kalian ada orang tua, anak kecil, dan ada orang yang mempunyai keperluan dan kesibukan. (HR. Sepakat Bukhari dan Muslim dari ‘Uqbah bin ‘Amr).
Menjadi imam shalat adalah suatu kelebihan dan kemuliaan di sisi Allah, memimpin orang lain bisa menjalankan shalat berjamaah sekaligus menanggung kesalahan dan kekurangan orang lain dalam shalatnya.
Akan tetapi ketika menjadi penyebab orang lain lari dari menjalankan ajaran agamanya, maka inilah yang ditegur dan dimarahi oleh Rasulullah SAW. Beliau menyebutnya sebagai MUNAFFIR, Orang yang menyebabkan orang lain lari agamanya, orang lain jera dan tidak suka terhadap agamanya.
Menjadi Imam suatu kemuliaan, tapi sangat berat tanggung jawabnya, perlu bersikap cerdas dan cermat serta bijak melihat dan menyesuaikan situasi dan kondisi jamaahnya.
Suatu ketika Rasulullah SAW. berpuasa dalam perjalanan (keadaan musafir). Lalu para sahabat ikut juga berpuasa. Beliau tahu, bahwa para sahabat berat menjalankan puasa pada saat itu. Akhirnya, Rasulullah SAW. segera membatalkan puasanya. (HR. Muslim dari Jabir).
Beliau tidak mau menjalankan ibadah yang kemudian justru menyebabkan para sahabat dan orang lain terasa susah dan menyusahkan.
Orang baik dan bijak adalah orang yang menjalankana agamanya dan mengajak orang lain menjalankan agamanya dengan rasa aman dan nyaman, jauh dari rasa keberatan dan keterpaksaan.
Dalam kasus lainnya, Ketika Rasulullah SAW. baru tiba dari perjalanan jauh, Beliau masuk rumah dan melihat gorden yang ada gambar patung dipasang Aisyah, istrinya, di ruang tengah. Melihat gambar patung itu, Rasulullah SAW. langsung merobeknya, dan raut wajah Beliau pun langsung berubah (marah), lalu bersabda: “Wahai Aisyah, manusia yang paling keras siksaannya pada hari kiamat adalah mereka yang meniru-niru dan menandingi ciptaan Allah”. (HR. Sepakat Bukhari dan Muslim dari Aisyah).
Ketika lagi sedang menjelaskan hadis ini sebagai penyebab Nabi SAW. marah, yakni, patung dan gambar, tiba-tiba ada isyarat bahwa waktu shalat Isya masuk, akhirnya pengajian segera dihentikan.
In syaa Allah pengajian berikutnya akan dijelaskan mengenai patung dan gambar dalam pusaran Tauhid dan Seni-Budaya.
Semoga Kita semakin cerdas dan bijak dalam menata dan mengelola emosi potensi kemarahan menjadi energi positif diridhai Allah.
Pontianak, 16 Juni 2021
Posted in: Kajian Islam

Leave a Comment