AL-HIMS MERASA LEBIH SUCI DARI LAINNYA, SUATU KESOMBONGAN

Sebagaimana biasa pengkajian Tafsir Al-Qur’an berbasis Asbab an-Nuzul mengacu pada Kitab Lubab an-Nuqul karya Syekh Jalaluddin Abdurrahman as-Suyuthi Jumat malam di Masjid Al-Jamaah Pontianak. Kali ini pembahasannya ayat 199 surat al-Baqarah.

ثُمَّ أَفِيضُوا مِنْ حَيْثُ أَفَاضَ النَّاسُ وَاسْتَغْفِرُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

Kemudian bertolaklah kamu dari tempat orang-orang banyak bertolak dan mohonlah ampunan kepada Allah. Sungguh Allah Maha Pengampun Maha Penyayang

Ayat ini dilihat sekilas sebagaimana yang tertulis secara lahiriah, tidak ada menyebutkan mengenai wukuf dan Arafah.

Namun setelah membaca dan menelaah asbab an-nuzulnya ternyata ayat ini turun mengenai masalah wukuf di Arafah, lebih khusus sebagai teguran terhadap komunitas yang dinamai al-Hims, merasa lebih suci dari lainnya.

Sebelumnya orang-orang Quraisy selalu merasa lebih suci, lebih tinggi, lebih mulia dari pada orang-orang banyak lainnya sehingga tidak mau bergabung di Arafah.

Mereka ini adalah komunitas al-Hims, yaitu orang-orang yang mempunyai girah atau semangat keagamaan sangat kuat dan tinggi sehingga melakukan praktek-praktek keagamaan yang tidak sejalan dengan tuntunan Nabi Ibrahim AS.

Dalam sejarahnya, orang-orang al-Hims berthawaf dalam keadaan tidak berbusana, tidak memakai pakaian sama sekali, mereka beranggapan pakaian yang mereka pakai telah dikotori dengan dosa sehingga tidak pantas dipakai ketika sedang menghadap Allah atau memasuki rumah Allah.

Kepada mereka inilah yang merasa dirinya lebih suci, lebih tinggi, lebih mulia, diperintahkan agar bergabung dengan orang-orang banyak di Arafah untuk melaksanakan wukuf. Mereka maunya wukuf khusus di Muzdalifah.

Asbab an-nuzul ayat tersebut dikemukakan oleh al-Imam Jalaluddin as-Suyuthi dalam Lubab an-Nuqul fi Asbab an-Nuzul, yaitu:

Diriwayatkan Ibnu Jarir dari Ibnu Abbas, katanya: “Oang-orang Arab wukuf di Arafah, sedangkan  orang-orang Quraisy, tidak mau. Mereka maunya di Muzdalifah, maka Allah menurunkan ayat ini.

Dalam riwayat lainnya disampaikan Ibnu Mundzir bersumber dari Asma’ puteri Abu Bakar, katanya: “Orang-orang Quraisy wukuf di Muzdalifah, sedangkan orang-orang banyak lainnya di Arafah, kecuali Syaibah bin Rabi’ah, maka Allah menurunkan ayat ini.

Dalam Riwayat lainnya dari Aisyah, katanya: “orang-orang Quraisy dan mereka yang menjalankan agamanya, mereka melaksanakan wukuf di  Muzdalifah. Mereka dinamai al-Hims. Sedangkan semua orang Arab lainnya wukuf di `Arafah. Ketika Islam datang, Allah memerintahkan Nabi SAW. untuk mendatangi `Arafah dan berwukuf di sana, kemudian dari situlah mereka bertolak. Hal inilah yang dimaksudkan firman Allah di atas. (HR. Bukhari).

Orang-orang Quraisy yang tergabung dalam komunitas al-Hims bersikap demikian, sebab merasa status sosialnya lebih tinggi, lebih suci dari suku-suku lainnya sehingga tidak mau bertolak dari `Arafah. Mereka maunya bertolak dari Muzdalifah.

Berdasarkan asbab an-nuzul inilah diketahui bahwa ayat ini adalah perintah wukuf di Arafah yang di antara tujuannya adalah untuk memperkokoh persamaan, persaudaraan, sekaligus mengikis dan menghilangkan egoisme primordial kesombongan.

Hakekatnya, adalah menumbuhkan persamaan status sosial ketika sedang dalam prosesi ibadah secara tulus.

Dengan persamaan inilah muncul dan kuatlah persaudaraan, serta mengikis dan menghilangkan egoisme kesombongan.

Kata Syekh al-Maraghi dalam Tafsir Al-Maraghi:

فالمعنى: عليكم أن تفيضوا مع الناس من مكان واحد تحقيقا للمساوة وتركا للتفاخر وعدم الامتياز لأحد عن أحد وذلك من أهم مقاصد الدين

Maknanya ayat tersebut: Kalian diperintahkan bertolak bersama kebanyakan manusia lainnya dari satu tempat (Arafah) untuk memperkokoh persamaan, menghilangkan egoisme kesombongan, dan meniadakan keistimewaan antara satu dengan lainnya.

Inilah di antara tujuan agama yang sangat penting. (Jilid I/Juz II/103).

Ketika momentum wukuf di Arafah, 9 Dzulhijjah sebagai puncak prosesi ibadah Haji seluruh jamaah haji berkumpul dalam waktu bersamaan dengan pakaian yang sama, itulah kongres persamaan dan persaudaraan dunia, mengikis dan meniadakan kelas status dan primordialisme kesombongan.

Wallahu A’lam bi ash-Shawab

Pontianak, 26 Pebruari 2021

Posted in: Kajian Islam

Leave a Comment