Kesalehan dan Kearifan Sosial Moral

Pokok-pokok materi ini merupakan isi khutbah Jumat, 17 Januari 2020 lalu yang disampaikan di Masjid al-Isra’ Kantor Bupati Kubu Raya.

Pribadi yang saleh dan arif sangat didambakan setiap orang. Kesalehan dan kearifan secara ritual dan spritual sangat penting, akan tetapi juga penting perlunya kesalehan dan kearifan sosial dan moral. Jangan sampai saleh secara ritual dan spritual, tetapi dalam kehidupan sosial justru seringkali menghina, menfitnah, dan menyakiti orang lain.

Dalam al-Qur’an, Allah SWT. berfirman:
وَاعْبُدُوا رَبَّكُمْ وَافْعَلُوا الْخَيْرَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Dan sembahlah Tuhanmu; dan berbuatlah al-khair (kebaikan) agar kamu beruntung. (QS. al-Hajj, 22: 77).

Dalam ayat ini, ada dua hal yang diperintahkan Allah SWT secara parallel, yaitu 1) diperintahkan menyembah, beribadh kepada Allah, 2) diperintahkan berbuat al-Khair (kebaikan).

Kata al-Khair dalam al-Qur’an sebanyak 186 kali, dengan beragam makna, salahsatunya adalah kebaikan terhadap sesama manusia, sesama makhluk dan lingkungan.
Pribadi yang saleh, tidak cukup, saleh secara ritual dan spiritual, tapi juga harus saleh secara sosial dan moral, serta kultural.
Ada hadis yang popular diriwayatkan dari Jabir Rasulullah SAW. bersabda:
خير الناس أنفعهم للناس
Sebaik-baik manusia adalah yang paling banyak memberi manfaat terhadap sesamanya manusia. (HR. Daruquthni, Baihaqi, dan al-Qudha’i).
Ada banyak cara dan bentuknya manfaat yang diberikan terhadap sesama manusia dengan kemampuan yang Allah berikan kepada kita, bisa memberi manfaat melalui bantuan materi, uang, modal, bantuan fisik dan tenaga, bisa melalu ilmu, pemikiran, gagasan, ide, informasi, bisa dengan jabatan dan kedudukan jabatan karena tanda tangan bisa memberi penghidupan dan kenyamanan kepada orang lain, termasuk saling mendoakan agar selalu dalam keadaan sehat, aman, nyaman, damai dan sukses.

Rasulullah SAW. pernah ditanya oleh seorang sahabat:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، أَنَّ رَجُلًا سَأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَيُّ الإِسْلاَمِ خَيْرٌ؟ قَالَ: ” تُطْعِمُ الطَّعَامَ، وَتَقْرَأُ السَّلاَمَ عَلَى مَنْ عَرَفْتَ وَمَنْ لَمْ تَعْرِفْ

Amal apakah yang khair, terbaik dalam Islam wahai Rasulullah? Beliau menjawab: ”Memberi makan, dan mengucapkan as-Salam (Keselamatan, kenyamanan, kedamaian, dan kesejahteraan kepada orang yang engkau kenal maupun kepada orang yang engkau tidak mengenalnya. (HR. Bukhari dari Abdullah bin Amr).

Memberi makan, maksudnya mengenyangkan orang lapar, menghilangkan kesulitan orang lain, memberi manfaat terhadap sesama manusia.
Begitu juga mengucapkan as-Salam, bisa mengucapkan as-Salamu’alaikum, atau mendoakan keselamatan, kenyamanan, kedamaian, dan kesehteraan terhadap sesama, bahkan atau menciptakan suasana yang kondusif sehingga orang lain merasa aman, nyaman, selamat dan sejahtera.

Bahkan lebih rinci dan tegas, Rasulullah SAW. menyatakan ketika ditanya oleh sahabat:
وَعَنْ ابْنِ عُمَرَ رضي الله عنهما قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ أَيُّ النَّاسِ أَحَبُّ إلى اللهِ؟ وَأَيُّ الْأَعْمَالِ أَحَبُّ إلى اللهِ؟ فَقَالَ: أَحَبُّ النَّاسِ إلى اللهِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ يَكْشِفُ عَنْهُ كُرْبَةً أَوْ يَقْضِي عَنْهُ دَيْنًا أَوْ يَطْرُدُ عَنْهُ جُوعًا وَلَأَنْ أَمْشِي مَعَ أَخٍ لِي فِي حَاجَةٍ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ أَعْتَكِفَ فِي هَذَا الْمَسْجِدِ -مَسْجِدِ الْمَدِينَةِ- شَهْرًا

Siapakah manusia yang paling dicintai Allah? Dan amal apakah yang paling dicintai Allah? Rasulullah SAW. menjawab: ”Manusia yang paling dicintai Allah adalah manusia yang selalu memberi manfaat terhadap sesamanya manusia, dia menghilangkan kesulitan hidup sesamanya, membayarkan hutang-hutangnya, menghilangkan kelaparannya, selalu bersama saudaranya untuk memenuhi hajat keperluan hidupnya, maka Saya lebih mencintai mereka dari pada dia hanya duduk beri’tikaf selama sebulan di masjid Madinah ini. (HR. Thabarani dari Ibnu Umar).
Hadis ini memberikan motivasi dan pengajaran bahwa sungguh banyak jalan dan cara menuju nkebaikan dan menjadi yang terbaik, sangat tergantung pada kemauan, i’tikad, dan keikhlasan.

Oleh karena itu, Rasulullah SAW. tidak suka orang yang memandang remeh kebaikan walau sekecil apa pun kebaikan itu, termasuk memandang remeh orang yang berbuat baik, walau sekecil apa pun kebaikan orang itu.
Rasulullah SAW. berpesan:
لَا تَحْقِرَنَّ مِنْ الْمَعْرُوفِ شَيْئًا وَلَوْ أَنْ تَلْقَى أَخَاكَ بِوَجْهٍ طَلْقٍ.
Jangan memandang remah suatu kebaikan sekecil apa pun, walau wajah senyum dan manis ketika bertemu dengan saudaramu. (HR. Muslim dari Abu Dzarr al-Gifari).

Semoga Allah Yang Maha Bijaksana selalu mengarahkan dan memudahlan langkah kita menuju terbentuknya pribadi saleh dan arif secara ritual dan spiritual, juga saleh dan arif secara sosial, moral, dan kultural. Aamiin ya Allah.

Pontianak, 19 Januari 2020

Posted in: Uncategorized

Leave a Comment