Dibaca 408
Bagian tak terpisahkan dengan pemahaman terhadap sunnah dan hadis ialah mengenal macam-macam perbuatan Nabi SAW. dan statusnya.
Menurut para ulama, terutama ulama Ushul Fiqh, perbuatan Nabi SAW. bermacam-macam, antara lain:
- الأفعال الجبلية
Perbuatan Nabi SAW. sebagai sifat kepribadian, tabiat, naluri atau ekspresi kemanusiaan.
Misalnya gerakan atau ayunan tangan, kaki, ketika berjalan, berdiri, duduk, berbaring dan tidur. Oleh karena, perbuatan ini atas ekspresi kemanusiaan, maka mencontohnya termasuk kategori sebagai al-Ibahah al-‘Aqliyah (kebolehan secara rasionalitas). Tidak ada keharusan apalagi sampai memaksakan diri untuk mencontohnya persis sama dengan gerakan ayunan tangan dan kaki beliau seperti itu.
Demikian juga, jenis-jenis makanan dan minuman Nabi SAW. misalnya Nabi SAW. mengonsumsi makanan dan minuman tertentu. Boleh jadi karena selera kemanusiaannya. Misalnya Nabi SAW. makan daging kambing, karena sesuai selera Beliau. Bagi yang mau makan daging kambing silakan dan bagus. Bagi mereka yang tekanan darah tinggi, tidak harus makan daging kambing. Bahkan justru harus berhati-hati.
Nabi SAW. tidak mau makan makanan atau minuman yang baunya menyengat. Apakah karena makanan itu haram? Bukan, tapi karena selera Beliau tidak cocok.
Kecuali, kalau ada hadis atau dalil lainnya yang menegaskan bahwa perbuatan itu mengandung pahala tertentu atau bila ditinggalkan Nabi SAW. mencelanya, maka perbuatan seperti ini, bukanlah sebagai al-Af’al al-Jibilliyyah, tapi termasuk perbuatan tasyri’, yang disyariatkan.
Misalnya, Nabi SAW. senyum, itu perbuatan sunnah, sebab ada hadis atau dalilnya, “Senyummu kepada saudaramu adalah sedekah bagimu. (HR. Tirmidzi dari Abu Darr).
Berjabat tangan ada hadisnya bahwa “Apabila dua orang muslim bertemua, lalu keduanya berjabat tangan, maka Allah mengampuni dosa keduanya sebelum berpisah. (HR. Tirmidzi dari al-Barra’ bin ‘Azib).
Oleh karena ada hadis seperti ini, maka berjabat tangan buka karena ekspresi dan naluri kemanusiaan, tapi karena tasyri’, disyariatkan sebagai sunnah.
- الأفعال التي هي من قبيل العادة بوفق الشريعة
Perbuatan nabi SAW. sebagai bagian dari budaya adat kebiasaan masyarakat, tapi sesuai dengan syariat (tidak bertentangan dengan syariat).
Misalnya, kain yang dipakai, cara berpakaian, cara bersisir rambut, sandal, baju, warna dan modelnya, dan sebagainya, termasuk tata cara dan peralatan yang digunakan ketika makan dan minum.
Rambut Nabi SAW. antara keriting dan lurus, panjangnya mencapai bagian bawah daun telinga. (HR. Bukhari dari Anas).
Boleh jadi, inilah model rambut favorit pada zamannya sebagai bagian dari trend budaya.
Tapi, kalau sekarang, model rambut seperti ini dipertontonkan di masjid atau di ruang public, ini disebut rambut gonrong.
Penyesuaian terhadap konteks budaya di lingkungan setempat.
Nabi SAW. makan secara lesehan, tanpa kursi, tanpa meja. Bisa jadi pada zamannya, inilah kondisi budaya yang relevan. Tapi ketika di suatu masyarakat, umumnya sudah menjadi budaya dengan cara makan dan minum menggunakan kursi dan meja, piring, sendok, garfu, dan lain-lain, maka kita ikuti sesuai budaya yang berkembang selama tidak melanggar syariat.
Janganlah dikatakan, bahwa makan dan minum, menggunakan piring, sendok, garfu, duduk di atas kursi di depan meja, tidak pernah dicontohkan Nabi, maka itu adalah bid’ah. Ini keliru.
Sama dengan saat ini, kita pakai sarung, kopiah, pakai baju koko, baju kemeja, baju kaos, baju batik, baju jas, jaket, dan lain-lain.
Ini semua tidak ada dicontohkan Nabi SAW. tapi, kita mencontoh semangat dan tujuannya cara Nabi mengakomodir dan menyesuaikan budaya yang sesuai dan relevan pada zamannya.
Pakaian batik, koko, kemeja, jas, dan lain-lain, merupakan simbol pakaian kemuliaan dan kehormatan, walaupun tidak persis dengan apa yang dipraktekkan Nabi SAW.
Perbuatan Nabi SAW. menggunakan fasilitas transportasi berupa unta dan kuda, karena inilah fasilitas sesuai pada zamannya. Tentu sekarang di daerah kita, bukan lagi unta, tapi menggunakan kendaraan bermotor; motor Honda, Suzuki, mobil Honda, jarak jauh menggunakan pesawat, dan lain-lain.
Ada perbuatan nabi SAW. dipengaruhi oleh budaya yang berkembang pada zamannya. Hal ini menunjukkan bahwa nabi SAW. sangat bijak mengakomodir budaya yang baik dari masyarakatnya.
Oleh karena itu, perlu ditegaskan menurut hemat saya, perbuatan al-Jibilliyah dan al-‘adat jenis pertama dan kedua di atas, tidak cocok diberlakukan istilah bid’ah, karena perbuatan itu bersifat pribadi dan budaya.
Misalnya peringatan Isra’ Mi’raj, Maulid Nabi SAW., Nuzulul Qur’an, 1 Muharram, dan lain-lain, ini adalah budaya yang tidak bertentangan dengan Islam, bahkan justru bagian dari Syiar Islam dan bertujuan agar semakin mencintai nabi, meningkatkan kesadaran beribadah, dan lain-lain.
Kecuali, kalau ada hadis atau dalil yang menegaskan bahwa apabila dilakukan perbuatan itu akan mendapat sekian pahala tertentu, atau bila ditinggalkan Nabi SAW. mencelanya, maka perbuatan itu sudah termasuk tasyri’.
Misalnya Nabi SAW. menegaskan makan dan minumlah dengan tangan kanan, sebab setan makan dan minum dengan tangan kirinya. (HR. Muslim dari Ibnu Umar).
Dengan demikian, makan dan minum dengan tangan kanan adalah sunnah, bukan ekspresi kemanusiaan dan bukan budaya.
- الأفعال التشريعية
Perbuatan-perbuatan syariat yang didasarkan pada wahyu.
Misalnya perbuatan dan gerakan dalam ibadah shalat. Mengangkat kedua tangan ketika takbir al-ihram, cara ruku’ dan sujud, posisi duduk tahiyyat dan memberi isyarat telunjuk ketika tahiyyat, hingga gerakan kepala dan wajah ketika mengucapkan as-salam di akhir shalat.
Semuanya ini adalah perbuatan tasyri’.
Demikian juga dalam prosesi ibadah haji dan umrah. Misalnya tata cara tawaf mengelilingi ka’bah memulai dari arah sejajar Hajar Aswad, berputar dari arah sebelah kanan Ka’bah. Lari-lari kecil antara shafa dan Marwa dimulai dari Shafa menuju ke Marwa.
Semuanya ini adalah perbuatan tasyri’.
Perbuatan tasyri’ seperti inilah, manusia tidak boleh menambah, mengada-adakan hal baru, apalagi merubahnya. Apabila ada tambahan perbuatan tasyri’ ini, maka inilah yang disebut bid’ah.
Misalnya menggenggam tangan sambil mengayun-ayunkan ketika takbir ihram, duduk tahiyat dengan posisi kaki kiri dan mengisyaratkan telunjuk tangan kiri. Inilah namanya bid’ah, karena menambah atau merubah masalah agama atau ibadah yang sudah ditentukan tata caranya, ditentukan bacaannya, ditentukan waktunya.
Dalam kaitan inilah yang dimaksud oleh hadis Nabi SAW.:
مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Siapa mengada-adakan hal-hal baru dalam urusan kami ini (agama/ibadah) yang tidak ada dasar darinya (al-Qur’an dan Sunnah Rasul), maka hal itu tertolak.” (HR. Muslim dari Aisyah).
Pada zaman Nabi SAW. ada dua muadzin, yaitu Bilal dan Ibnu Ummi Maktum mengumandangkan adzan di atas menara masjid.
Sekarang prakteknya di masjid-masjid muadzin mengumandangkan adazan bukan di atas menara, tapi dalam masjid itu sendiri.
Apakah perbuatan ini tertolak dan bid’ah?
Tidak, sebab menara itu adalah sarana bagian dari hasil karya budaya.
Tapi, kalau merubah bunyi adzan, menjadi Allahu ar-Rahman 5 kali, dan seterusnya, maka inilah namanya bid’ah, karena menambah atau merubah ketentuan tasyri’.
- الأفعال المخصوصة به صلى الله عليه وسلم
Perbuatan khusus untuk Nabi SAW. saja, bukan untuk dicontoh, bahkan dilarang mengikuti dan mencontohnya.
Misalnya, Nabi SAW. nikah lebih dari empat isteri.
Setelah Khadijah wafat, Nabi SAW. nikah dengan 12 istri. Nabi SAW. nikah tanpa mahar, tanpa wali, dan tanpa saksi. Nabi SAW. puasa wishal. Nabi SAW. tidur tidak membatalkan wudhunya. Nabi SAW. tidak menerima zakat dan sedekah. Nabi SAW. tidak mengonsumsi makanan atau minuman yang baunya menyengat. Janda-janda Rasulullah SAW. tidak nikah.
Dengan klasifikasi perbuatan Nabi SAW. ini menunjukkan bahwa, ada perbuatan Nabi SAW. bersifat inklusif dan kontekstual menerima akomodasi perkembangan budaya yang tidak bertentangan dengan Islam.
Syekh Yusuf al-Qaradhawi menulis buku berjudul الخصائص العامة للإسلام al-Khashaish al-‘Ammah Li al-Islam (Karakteristik Ajaran Islam), di antaranya adalah al-Waqi’iyyah (kontesktual).
Ada juga perbuatan Nabi SAW. bersifat ekslusif dan tidak mengakomodir perkembangan budaya dan ilmu pengetahuan.
Oleh karena itu, perbuatan Nabi SAW. yang kemudian melahirkan hukum syariat, hukum sosial, etika, budaya, dan lain-lain. Dalam kaitan tersebut, Karya Dr. Muhammad al-‘Arusiy Abdul Qadir sangat bagus menjadi referensi yang berjudul“ أفعال الرسول صلى الله عليه وسلم و دلالتها على الأحكام
Wallahu A’lam.
Semoga Bermanfaat.
Pontianak, 14 Maret 2020