MENGENAL HADIS-HADIS DAIF
Unsur-unsur Hadis (Bagian 1)

Beberapa hari terakhir ini, sejak menjelang masuknya 1 Rajab 1441 H yakni 25 Pebruari 2020 ramai perbincangan dan postingan tentang hadis-hadis keutamaan bulan Rajab, khususnya puasa di awal bulan Rajab.
Berawal dari sinilah muncul komentar tentang hadis-hadis daif dan hadis-hadis palsu.
Hadis dan ilmu hadis berbeda, tapi keduanya tidak bisa dipisahkan. Hadis adalah adalah ucapan, perbuatan, takrir, sifat atau pun fisik Nabi Muhammad SAW. Sedangkan ilmu hadis lebih banyak membicarakan tentang status dan kualitas hadis. Bagaimana caranya mengetahui kualitas sebuah hadis, apakah sahih, daif, atau palsu? Ilmu hadislah yang akan menjawabnya.

Di masyarakat yang popular adalah hadis, tapi sangat kurang, jarang bahkan tidak ada pembahasan mengenai ilmu hadis. Sedangkan ilmu hadis banyak dibicarakan dalam ruangan kelas Madrasah atau pun perguruan tinggi Islam. Hadis dan ilmu hadis secara berbarengan biasanya di Pondok Pesantren atau lembaga kajian khusus hadis.

Pengalaman saya sejak tahun 2007, 13 tahun lalu pengajian saya di Masjid Raya Mujahidin Pontianak khusus kajian ilmu mushthalah hadis, sebelum membahas isi kandungan hadis. Namun terkadang jamaah atau masyarakat kurang “nyambung” karena banyak istilah teknis dalam ilmu mushthalah hadis, apalagi tidak ada dasar keilmuan hadis, sementara yang diharapkan jamaah atau masyarakat adalah isi dan pesan-pesan Nabi SAW. dari hadis itu.

Itulah sebabnya sampai saat ini, masih cukup banyak hadis-hadis yang popular di masyarakat, tapi secara kualitas diragukan kebenarannya, apakah sahih, daif, atau palsu.

Oleh karena itu, tidak ada salahnya, kita bahas sedikit tentang pengenalan terhadap hadis-hadis daif walau dengan bahasa yang sederhana sesuai dengan ruang pada media ini.

Mengawali pembahasan ini, ada baiknya kita mengerti dulu unsur-unsur apa saja yang harus ada dalam sebuah hadis. Ada tiga hal yang harus terpenuhi dalam sebuah hadis:
(1) Matan, yakni materi berita atau bunyinya hadis yang berupa ucapan, perbuatan atau taqrir Nabi SAW. yang terletak setelah sanad berakhir. Misalnya:
أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا
Artinya, Orang-orang mukmin yang sangat sempurna imannya adalah orang yang sangat baik akhlaknya.

(2) Periwayat, ialah orang yang menerima hadis dan menyampaikannya dengan menggunakan salah satu lafal (bahasa) penyampaiannya.

(3) Sanad, ialah Silsilah atau susunan rangkaian para periwayat hadis dalam sebuah periwayatan yang menyampaikan kepada matan hadis.

Hadis yang sering kita baca misalnya adalah hadis riwayat Bukhari.
Pertanyaannya, Bagaimana Imam Bukhari bisa meriwayatkan hadis dari Nabi SAW.? Padahal Bukhari lahir tahun 194 H, sedangkan Nabi SAW. wafat tahun 11 H. Artinya, 183 tahun setelah wafatnya Nabi SAW. baru imam Bukhari lahir ke dunia,
Dengan kata lain, jarak waktu antara Nabi SAW. dengan Bukhari adalah 183 tahun.
Bagaimana Bukhari bisa meriwayatkan hadis dari Nabi SAW.?
Para periwayat yang terdapat dalam sanad hadis inilah yang menyambungkan antara Nabi SAW. dan imam Bukhari dan para mukharrij hadis lainnya.

Inilah bukti bahwa periwayat dan sanad merupakan unsur hadis yang sangat penting.

Misalnya, Nabi SAW. bersabda: “ORANG-ORANG MUKMIN YANG SANGAT SEMPURNA IMANNYA ADALAH ORANG YANG SANGAT BAIK AKHLAKNYA”.

Pertanyaannya, siapa yang meriwayatkan hadis ini? Jawabannya, Hadis ini Riwayat Tirmidzi.
Pertanyannya, bagaimana Tirmidzi bisa meriwayatkan hadis dari Nabi SAW? Sementara jarak antara Nabi SAW. dengan Tirmidzi adalah 198 tahun?

Jawabannya, karena adanya sanad yang terdiri dari rangkaian para periwayat hadis. Yaitu Nabi SAW. bersabda diterima oleh Abu Hurairah, selanjutnya disampaikan kepada muridnya bernama Abu Salamah, lalu ia sampaikan kepada muridnya bernama Muhammad bin ’Amr, selanjutnya disampaikan lagi ke muridnya bernama ’Abdah bin Sulaiman, lalu ia sampaikan lagi ke Abu Kuraib, dan Tirmidzi menerima hadis ini dari Abu Kuraib. Inilah contoh sanad bersambung.

Hadis tersebut sudah terpenuhi unsur-unsurnya; ada matan, ada periwayat, dan ada sanadnya lengkap dan bersambung.

Hadis ini ditulis, Rasulullah SAW. bersabda: ““ORANG-ORANG MUKMIN YANG SANGAT SEMPURNA IMANNYA ADALAH ORANG YANG SANGAT BAIK AKHLAKNYA”. (HR. Tirmidzi dari Abu Hurairah).

Ada juga riwayat popular dan seringkali diklaim sebagai hadis, misalnya dikatakan, Rasulullah SAW. bersabda:
أُطْلُبُوا اْلعِلْمَ مِنَ الْمَهْدِ اِلَى اللَّحْدِ
Artinya, Tuntutlah ilmu sejak bayi hingga liang kubur.

Teks ini namanya matan. Pertanyaannya, siapa yang meriwayatkannya? Dan adakah sanadnya?

Para ahli hadis belum pernah menemukan dalam kitab-kitab hadis sampai saat ini, nama periwayatnya. Kenapa? Karena tidak ada sanadnya.
Kalau tidak ada sanadnya, tidak ada periwayatnya, berarti bukan hadis, karena tidak terpenuhi unsur-unsur hadisnya.
Kalau tetap “ngotot” menyebutnya sebagai hadis, maka inilah namanya hadis palsu.

Maknanya pun meragukan, apakah benar Nabi SAW. memerintahkan bayi yang baru lahir agar segera belajar. Apakah bayi yang baru lahir ada beban taklif?

Inilah sekedar contoh, bahwa unsur-unsur hadis itu penting diketahui.
Sekaligus menunjukkan bahwa para periwayat hadis dalam sanad adalah sangat luar biasa jasanya dan menetukan.

Tidak mungkin kita bisa mengenal Nabi Muhammad SAW. dan hadis-hadisnya, seandainya tidak ada ulama periwayat hadis dan sanadnya yang menyambungkan kepada Beliau.
لله ولهم الفاتحة
Semoga Bermanfaat. (Bersambung …..)
Wallahu A’lam.

Pontianak, 29 Pebruari 2020

Posted in: Hadist dan Ilmu Hadist, Kajian Islam

Leave a Comment