Silsilah Sanad Ulama Campalagian Polman Sulawesi Barat

Kegiatan Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. yang Dirangkaikan dengan Khataman Sharaf ke XX di Pondok Pesantren Salafiyah Parappe Campalagian Polman Sulawesi Barat pada hari Ahad 9 Jumadil Awal 1441 H bertepatan 5 Januari 2020 H.
Sehubungan dengan kegiatan ini di Pondok Pesantren yang didirikan dan dipimpin oleh guru dan orang tua saya KH. Abdul Latif Busyra, saya akan menyampaikan tentang Silsilah Sanad Ulama Campalagian Polman Sulawesi Barat yang bersambung dari Rasulullah SAW. hingga sampai kepada KH. Abdul Latif Busyra termasuk saya sendiri sebagai murid santri Beliau.

Pada tahun 1984, ketika saya mengaji baca kitab di hadapan KH. Muhammad Zein, Beliau menceritakan bahwa pelopor dan peletak dasar ilmu Sharaf di Campalagian ini adalah Syekh Belokka atau KH. Abdul Karim Pontianak dating di Campalagian sekitar tahun 1883 M dan menjabat Qadhi XII Masjid Raya Campalagian tahun 1889-1892 M. Beliaulah yang mula-mula memperkenalkan ilmu Sharaf dengan menggunakan Sharaf Galaffo yang penulisnya Syekh Galaffo berasal dari Galaffo daerah tanah Bugis. Itulah sebabnya Sharaf Galaffo diterjemahkan menggunakan bahasa Bugis. KH. Muhammad Zein juga menceritakan bahwa KH. Abdul Karim Pontianak adalah murid santri langsung dari Syekh Bakri Syatha’ pengarang Kitab I’anah ath-Thalibin ketika belajar di Masjid al-Haram di Mekah al-Mukarramah.

Syekh Bakry Syatha’ menyampaikan pengajian kitab Fiqih Syafi’iy di Masjid al-Haram Mekah menggunakan kitab Fath al-Mu’in. Penjelasan dan uraian dari Kitab Fath al-Mu’in oleh Sykeh Bakry Syatha’ ini ditulis oleh muridnya bernama Syekh Ali bin Abdullah keturunan Banjar cucu dari Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari, walaupun ia lahir di Mekah tahun 1868 M. Ketika mengikuti pengajian Syekh Sayyid Bakry Syatha’, ia menyimak sekaligus mencatat semua penjelasan gurunya. Setelah khatam pengajian kitab I’anah ath-Thalibin, khatam pula catatan itu. Akhirnya Syekh Ali bin Abdullah al-Banjari menghadap dan melapor ke Sayyid Bakry Syatha’ mengenai catatan hasil pengajiannya itu. Atas izin dan restunya, maka diterbitkanlah penjelasan itu dengan nama I’anah ath-Thalibin Hasyiyah atau Syarh Fath al-Mu’in empat jilid. Kitab I’anah ath-Thalibin ini selesai ditulis dan diterbitkan pada tahun 1300 H atau 1839 M ketika Sayyid Bakry Syatha’ berusia 33 tahun, atau 10 tahun sebelum wafatnya, yaitu pada tahun 1892 M dalam usia 43 tahun. Pada waktu pengajian Sayyid Bakry Syatha’ di Masjid al-Harm, Syekh Abdul Karim juga ikut dalam pengajian itu bersama Syekh Ali bin Abdullah di Masjid al-Haram.
Melaui Syekh Abdul Karim melahirkan murid santri di Campalagian bernama KH. Maddappungan (1954 M). Itulah sebabnya fiqih yang tumbuh dan berkembang pengamalannya di Campalagian adalah fiqih madzhab Syafi’iy, sebab kitab Fath al-Mu’in lalu Hasyiyahnya I’anah ath-Thalibin adalah sumber dan rujukan utama fiqh madzhab Syafi’iy yang telah diwariskan oleh Syekh Abdul Karim.
Kalau di Jawa Timur, murid Sayyid Bakry Syatha’ adalah Syekh Mahfud at-Tarmasi (1336 H/1919 M) dari Tremas Pacitan yang salah seorang muridnya bernama KH. Hasyim Asy’ari (1871-1947 M) pendiri organisasi Nahdlatul Ulama dan Pondok Pesantren di Jombang.

Silsilah Sanad Ulama Campalagian Polman Sulawesi Barat

Sejak tahun 1997 saya menerima dua buku tentang sanad keilmuan dari guru saya Prof. Dr. Sayyid Said Aqil Husain al-Munawwar, MA. Buku sanad itu berjudul Ittihaf al-Mustafid bigurar al-Asanid dan Asanid al-Faqih Ahmad ibn Hajar al-Haitsamiy, kitab ini ditulis tangan oleh Syekh Muhammad Yasin al-Fadani al-Makkiy, guru dan tempat menerima ijazah Sayyid Said Aqil Husain al-Munawwar.
Pada tanggal 11 Desember 2019 saya beli buku di Toko Buku Agung Jakarta berjudul Sanad Ulama Nusantara karya Adhi Maftuhin. Buku ini sudah cukup lama saya cari, karena saya merencanakan menulis buku tentang Ulama di Campalagian. Pertama, Buku Jaringan Ulama Mekah-Yaman-Kalimantan-Sulawesi di Campalagian pada Abad XIX-XX M sudah selesai. Kedua, Buku Silsilah Sanad Ulama Campalagian Polman. Ketiga Kaderisasi Ulama di Campalagian Polman. In Syaa Allah semoga dimudahkan Allah.
Dalam konteks inilah, buku Sanad Ulama Nusantara menjadi sangat penting bahkan melengkapi susunan sanad Ulama Campalagian yang penulis ketahui.

Adapun silsilah Sanad ulama Campalagian terdiri atas:
1. RASULULLAH Shallallahu ‘alaihi wa Sallam
2. Abdullah bin Umar (73 H) — Abdullah bin Abbas (78 H)
3. Nafi’ bin Sarjis (117 H) —- Atha’ bin Abi Rabah (114, 115, 117 H)
4. Imam Malik (179 H) —– Muhammad bin Juraij (114, 115, 117 H) — Muslim bin Khalid az-Zanji (150 H)
5. Imam Syafi’i (204 H)
6. Ismail bin Yahya al-Muzani (246 H)
7. Abu al-Qasim al-Anmathi (288 H)
8. Abu Abbas Ibnu Suraij (306 H)
9. Abu Ishaq al-Marwazi (340 H)
10. Abu Zaid al-Marwazi (371 H)
11. Al-Qaffal ash-Shagir (417 H)
12. Abdullah al-Juwaini (438 H)
13. Imam al-Haramain (478 H)
14. Imam al-Gazali (505 H)
15. Ad-Damighani (548 H)
16. Ibnu Muhammad an-Naisaburi (578 H)
17. Fakhruddin Ibnu ‘Asakir (620 H)
18. ‘Izzuddin bin Abdissalam (660 H)
19. Ibnu Daqiq al-‘Id (702 H)
20. Ibnu Rifah (710 H)
21. Taqyiddun as-Subki (756 H)
22. Al-Jamal al-Isnawi (772 H)
23. Ibnu Mulaqqin (804 H)
24. Ibnu Hajar al-‘Asqalani (852 H)
25. Zakariya al-Anshari (929 H)
26. Syihabuddin ar-Ramli (937 H) — Khatib asy-Syarbini (977 H) — Ibnu Hajar al-Haitami (964 H)
27. Syamsuddin ar-Ramli (1004 H)
28. Ali az-Ziyadi (1024 H) — Muhammad al-Qashari
29. Ali bin Ibrahim al-Halabi (1044 H) — Ahmad al-Mazahi (1075 H)
30. Ahmad al-Basybisyi (1096 H)
31. Ahmad al-Khalifi (1209 H)
32. Muhammad bin Salim al-Hifni (1181 H)
33. Abdullah asy-Syarqawi (1227 H)
34. Utsman bin Hasan ad-Dimyathi (1263 H)
35. Ahmad Zaini Dahlan (1231-1304 H/1817-1886 M) pengarang kitab Mukhtashar Jiddan ‘ala Ajurumiyyah, kitab ilmu Nahw yang sangat mendasar dan penting merupakan modal dasar setiap santri untuk bisa membaca kitab kuning. Masih banyak lagi karyanya dalam bidang lain.

36. Syekh Sayyid Bakriy Syatha’ (1266 H-1310 H/1849-1892). Usianya hanya 44 tahun, tapi karena ilmu dan karyanya sehingga umurnya panjang hingga sekarang. Beliau mengarang beberapa kitab, di antaranya Kifayah al-Atqiya’ wa Minhaj al-Ashfiya’, sebuah kitab tasawwuf. Yang paling terkenal adalah kitab I’anah ath-Thalibin, salah satu rujukan dalam fiqh madzhab Syafi’iy. Sayyid Bakry Syatha’ banyak muridnya dari Asia Tenggara, termasuk dari Indonesia, antara lain KH. Abdul Karim Pontianak atau Syekh Belokka.

37. KH. Abdul Karim Pontianak atau yang bergelar Syekh Belokka karena lahir di Belokka Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan. KH. Abdul Karim dating di Campalagian sekitar tahun 1883 M dan dikenal sebagai peletak dasar pengajian kitab kuning yang berbasis pada pengajian Sharaf Galaffo. Beliau selesai menjabat Qadhi di Masjid Raya Campalagian tahun 1892 M, bertepatan dengan tahun wafatnya gurunya di Mekah yakni Sayyid Bary Syatha’. KH. Abdul Karim melahirkan murid di Campalagian bernama KH. Maddappungan.

38. KH. Maddappungan (1954) sebagai pelanjut dari gurunya KH. Abdul Karim menjabat Qadhi ke XII Masjid Raya Campalagian (1948-1954). Selain belajar kepada KH. Abdul Karim, juga belajar kepada Syekh Said al-Yamani di Mekah bersama dengan KH. Hasyim Asy’ari dari Jombang.
KH. Maddappungan dikenal sebagai pencetak ulama di Campalagian. Di antara muridnya adalah KH. Muhammad Zein (1988), KH. Mahmud Ismail (1986), KH. M. Mas’ud Rahman (1988), KH. Mahdi Buraerah (1998). KH. Habib Saleh Hasan al-Mahdaly (1987), Kyai Ahmad Zein, dan banyak lagi lainnya.

39. KH. Muhammad Zein menjabat Qadhi Masjid Raya Campalagian tahun 1954-1987, melanjutkan dari KH. Maddappungan, guru sekaligus mertuanya, dan wafat pada tahun 1988, — KH. Mahmud Ismail dikenal sebagai Imam Masjid Pappang wafat tahun 1986, — KH. M. Mas’ud Rahman adalah Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Majene wafat tahun 1988,—KH. Mahdi Buraerah (1998) tiada hari tanpa mengajar kitab kuning di rumah dan di masjid, . Para Ulama tersebut yang mewariskan ilmu dan hikmahnya kepada muridnya, di antaranya KH. Abdul Latif Busyra.

40. KH. Abdullatif Busyra adalah pendiri dan pimpinan Pondok Pesantren Salafiyah Parappe Campalagian Polman Sulawesi Barat. KH. Abdul Latif Busyra adalah pelanjut dari guru-gurunya tersebut di atas. Selama dalam proses pengajian, pengajaran, dan perjuangannya, baik sebelum terbentuknya lembaga Pondok Pesantren Salafiyah seperti saat ini maupun sesudahnya, system pengajian dan materi pengajian serta kurikulum tetap mengacu dan berdasarkan apa yang telah diwariskan para gurunya ulama sebelumnya, termasuk sharaf yang hari Ahad besok 5 Januari 2020 akan dikhatamkan secara massal, walaupun ada sedikit revisi dan modifikasi sesuai perkembangannya, termasuk adanya amtsilah at-Tashrifiyyah.

Murid dan santri KH. Abdul Latif Busyra sangat banyak, baik sebelum terbentuknya lembaga Pondok Pesantren maupun setelah berdirinya Pondok Pesantren Salafiyah yang melahirkan banyak alumni yang bertebaran di berbagai penjuru dan daerah di Indonesia, salah seorang di antaranya adalah Wajidi Sayadi (Penulis).

41. Wajidi Sayadi. Saya belajar kepada KH. Abdul Latif Busyra, dari tingkat dasar Diniyyah Awaliyah dan Wustha di Madrasah Arabiah Islamiyah Yayasan Perguruan Islam Campalagian maupun di masjid dan di rumahnya di Parappe sekitar tahun 1978 hingga 1990. Atas bekal ilmu yang diperoleh dari KH. Abdul Latif Busyra, maka selanjutnya saya belajar langsung KH. Muhammad Zein dengan membaca kitab Fath al-Qarib, Fath al-Mu’in, Tanqih al-Qaul, Isrsyad al-‘Ibad, Durrah an-Nashihin, dan lainnya. Belajar kepada KH. Mahmud Ismail dengan membaca kitab Irsyad al-‘Ibad setiap jumat sore di rumahnya, belajar kepada KH. Mahdi Buraerah, dengan membaca kitab Kifayah al-Akhyar, Fath al-Mu’in, Irsyad al-‘Ibad, Durrah an-Nashihin, Tanwir al-Qulub, dan lainnya. Atas dasar bekal ilmu dan hikmah serta keberkahan para ulama inilah yang menjadi modal kekuatan melanjutkan pendidikan ke jenjang Perguruan Tinggi IAIN Alauddin Makassar tahun 1991. Selanjutnya ke IAIN dan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan lembaga pendidikan lainnya.

Semua guru yang pernah mengajar saya sejak belajar membaca huruf-huruf Hijaiyah al-Qur’an, Madrasah Ibtidaiyah, Tsanawiyah, dan Aliyah, hingga perguruan tinggi nama-namanya semuanya tercatat dengan baik dalam buku catatan berjudul GuruKu, sebagai upaya menjaga mata rantai sanad keilmuan.

Setelah melalui masa studi dengan proses dari satu guru ke guru lainnya, akhirnya dengan takdir Allah saya ditugaskan sebagai Dosen di IAIN Pontianak Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir dengan mengajarkan mata kuliah Hadis dan Ilmu Hadis, Tafsir dan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, serta mengabdikan diri di Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Kalimantan Barat, daerah tempat pengabdian terakhirnya KH. Abdul Karim atau Syekh Belokka yang telah meletakkan fondasi dasar dan mempelopori pengajian kitab kuning di Campalagian Polman Sulawesi Barat.

Semoga Catatan ini akan menjadi pengantar untuk sebuah buku yang berjudul Silsilah Sanad Ulama Camapalagian Polman Sulawesi Barat.

Semoga bermanfaat, minimal menjadi bahan kajian selanjutnya dalam menelusuri silsilah sanad keilmuan Ulama di Indonesia khususnya di Sulawesi Barat, lebih khusus di Campalagian.

Pontianak, 4 Januari 2020

Posted in: Kajian Islam

Leave a Comment