Dibaca 320
Masalah Bid’ah dan Maulid ini adalah masalah klasik. Al-Hafizh Jalaluddin as-Suyuthi (wafat 1505 M) sudah menulis khusus masalah ini dalam kitabnya الأمر بالإتباع و النهي عن الإبتداع Bahkan masalah Maulid ini Beliau juga membahasnya dalam kitab al-Hawi Li al-Fatawa, bahwa peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. adalah boleh, dan tidak termasuk bid’ah. namun, diskusi dan pertanyaan tentang masalah maulid dan Bid’ah ini masih sering dilontarkan oleh beberapa pihak. Oleh karena itu, Pengkajian Hadis Rutin di masjid Al-Muhajirin Komplek Bali Agung 2 Pontianak setiap Selasa, magrib-Isya. Kali ini bertepatan dengan 12 Rabi’ul Awal, maka tema pembahasannya yang kami bahas adalah seputar masalah maulid, apakah bid’ah atau tidak. Mengingat adanya pihak-pihak yang sering mempermasalahkan bahwa memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW. adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat. Setiap yang sesat masuk neraka. Oleh karena itu, mengawali pembahasan ini, dikemukakan sebuah hadis yang bersumber dari Anas bin Malik Rasulullah SAW. bersabda:
إِذَا كَانَ شَيْءٌ مِنْ أَمْرِ دُنْيَاكُمْ فَأَنْتُمْ أَعْلَمُ بِهِ فَإِذَا كَانَ مِنْ أَمْرِ دِينِكُمْ فَإِلَيَّ
“Jika sesuatu itu menyangkut urusan dunia kalian, maka kalian lebih tahu. Adapun jika urusan agama kalian, maka itu adalah urusanku. (HR. Ahmad).
Hadis lainnya yang maknanya sama diriwayatkan oleh Ibnu Majah bersumber dari Aisyah. Hadis ini menegaskan bahwa manusia akan menghadapi dua urusan, yaitu urusan dunia dan urusan agama. Adapun urusan dunia, nabi SAW, menyerahkan sepenuhnya kepada manusia sesuai kemampuan dan perkembangan budaya dan ilmu pengetahuan manusia itu sendiri. Manusia boleh melaksanakan urusan dunia dengan kreasi dan inovasi sendiri tanpa harus menunggu ada contoh dan dalil dari Nabi SAW.
Adapun urusan agama, yakni masalah akidah dan ibadah ritual, khususnya ibadah yang sudah ada ketentuan tata caranya, waktunya, bacaannya, dan gerakan-gerakannya, maka harus ada rujukannya kepada nabi Muhammad SAW. Masalah agama ini tidak boleh dilaksanakan kecuali ada contoh atau dalil yang mengzinkannya.
Sekarang pertanyaannya, dalam konteks maulid Nabi Muhammad SAW.
Apakah peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. termasuk urusan dunia atau urusan agama, sebagaimana dalam hadis di atas?
Bukan pertanyaannya, apakah maulid Nabi Muhammad SAW. ada pada zaman nabi atau tidak?
Jawabannya adalah, memperingati Maulid Nabi SAW. termasuk urusan dunia, yang di dalamnya ada nilai ibadah dan maslahatnya lebih banyak sehingga tidak bertentangan dengan al-Qur’an dan hadis. Oleh karena itu, pelaksanaannya tidak mesti harus ada dalil atau contoh dari Nabi SAW. makanya pelaksanaannya pun bermacam-macam, ada yang diiringi bacaan al-Qur’an, shalawat, bacaan al-Barzanji, ada dalam bentuk dialog, diskusi, atau upacara resmi dan formal, dan lain-lain. Jadi, kesimpulannya, memperingati Maulid Nabi SAW. tidak termasuk Bid’ah. Begitu juga peringatan hari-hari besar Islam lainnya, seperti 1 Muharram, Isra’ Mi’raj, Nuzul al-Qur’an, dan lainnya.
Hadis Nabi SAW. yang mengklasifikasi urusan dunia dan urusan agama di atas yang memperjelas dan men-takhsis ke-umum-an hadis berikut ini yang sering dijadikan dalil tentang bid’ah, yaitu:
وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
Hindarilah sesuatu urusan yang diada-adakan. Semua hal yang diada-adakan adalah bid’ah. Semua bid’ah adalah sesat. (HR. Abu Daud dari al-’Irbadh).
Demikian juga hadis ini,
مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ فَهُوَ رَد
Siapa yang berbuat hal yang baru dalam urusan kami ini yang tidak ada di dalamnya, maka ia tertolak. (HR. Bukhari dari Aisyah).
Dua hadis ini yang seringkali dipakai mengenerasilisir dengan gampang memvonis atau menilai Bid’ah terhadap suatu pelaksanaan upacara tertentu yang bernuansa keagamaan.
Padahal, dua hadis ini maknanya sudah di-takhsis, dikhususkan maknanya oleh hadis riwayat imam Ahmad yang bersumber dari Anas bin Malik di atas, bahwa Bid’ah yang sesat hanyalah dalam hal akidah dan ibadah ritual yang direkayasa atau di buat-buat. Begitu juga urusan yang tertolak yang tidak ada contoh dari Nabi SAW. adalah urusan agama saja, tidak berlaku secara umum. Oleh karena itu, kata كُلُّ (artinya semua) tapi bersifat khusus, yakni khusus dalam hal agama, yakni masalah akidah dan ritual ibadah. Bid’ah tidak berlaku dalam masalah keduniaan. Masalah keduniaan perlu kreasi dan inovasi sebagai sarana dan media dakwah.
Dalam ilmu hadis, inilah yang dimaksud kaedah:
جمع الأحاديث الواردة في الموضوع الواحد
(menghimpun beberapa hadis yang temanya sama).
Terkadang satu hadis dijelaskan oleh hadis lainnya. Ada satu hadis yang bersifat umum, lalu dijelaskan secara khusus oleh hadis lainnya.
Atas dasar inilah, kemudian para ulama merumuskan defenisi bid’ah, yaitu:
البدعة: الحادث المذموم بأن أُحدث وخالف كتابا او سنة او اجماعا فهي مما لم يأذن به الشارع لا قولا ولا فعلا ولا صريحا ولا إشارة ولا تتناول الأمور العادية
Bid’ah ialah perbuatan yang tercela, yaitu yang diada-adakan serta menyalahi al-Qur’an, atau sunnah, atau ijma’; inilah yang tidak diizinkan Syara’ sama sekali, baik perkataan, atau pun perbuatan, baik secara jelas (eksplisit) atau isyarat (implisit) saja, dan tidak masuk ke dalamnya urusan-urusan keduniaan.
Lebih imam asy-Syafi’i menjelaskan defenisi Bid’ah, sebagaimana dikemukakan oleh imam al-Baihaqi:
المحدثات ضربان: ما أحدث يخالف كتابا أو سنة او أثرا أو إجماعا فهذه بدعة ضلالة. وما أحدث من الخير لا يخالف شيئا من ذلك فهذه بدعة غير مذمومة. (رواه البيهقي عن الشافعي)
Sesuatu yang baru diada-adakan ada dua macam; 1. Apa yang baru diada-adakan menyalahi atau bertentangan al-Qur’an atau sunnah, atau atsar atau ijma’, maka inilah bid’ah sesat. 2. Apa yang baru diada-adakan dari kebaikan yang tidak menyalahi atau bertentangan dengan al-Qur’an, sunnah, atsar, atau ijma’, maka ini adalah bid’ah yang tidak tercela.
Semoga penjelasan ini bermanfaat.
Wa Allahu A’lam.
Selamat memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW. Semoga semakin meningkatkan kecintaan kita untuk meneladani kehidupan Beliau dalam berakidah, beribadah, berakhlak dalam memelihara hubungan persaudaraan, dalam bermuamalah, sosial dan kemanusiaan.
Pontianak, 12 Rabi’ul Awal 1440 H/20 Nopember 2018.
Oleh: Dr. Wajidi Sayadi
Wakil Rais SYuriah PWnU Kalbar