Dzikir dan Doa dengan Keras Usai Sholat

 

Oleh: Wajidi Sayadi

Doa dan dzikir seperti ini bagi orang-orang Nahdlatul Ulama (NU) khususnya Ahlussunnah wa Al-Jamaah an-Nahdliyyah tidak masalah karena sudah menjadi amalan harian.
Sekarang beberapa kantor, rumah sakit, puskesmas dan instansi termasuk instansi pemerintah ada pengajian, oleh penceramahnya mengajarkan bahwa dzikir dan doa berjamaah seusai shalat fardhu tidak ada dasarnya dan itu adalah amalan bid’ah, hanya kebiasaan para tertentu, tidak ada dalilnya dari Rasulullah SAW.

Orang-orang atau pegawai kantoran yang terpengaruh dengan ceramah seperti ini, ketika shalat di masjid dekat rumahnya tidak mau lagi bergabung dengan imam dan Jamaah. Usai salam dari shalat sebentar langsung berdiri dan pulang, walau di sampingnya sedang angkat tangan berdoa.

Kejadian seperti ini sudah terjadi di mana-mana sepertinya sudah sistemik dan terprogram sasarannya adalah para pegawai di kantor dan rumah sakit.

Muncul kekhawatiran, kebersamaan dan Ukhuwah di beberapa masjid dan masyarakat cenderung mulai terganggu dengan adanya terpolarisasi, berkelompok-kelompok, bahkan memprihatinkan ketika satu kelompok menilai bahwa mereka yang Berdzikir dan berdoa secara berjamaah adalah pelaku Bid’ah. Semua Bid’ah adalah sesat. Semua yang sesat masuk neraka. Hadis ini sangat fasih dihapal, tapi belum tentu mengerti pengertian dan batasan arti Bid’ah yang dimaksud oleh Hadis ini. Tapi sudah terlalu gampang memvonis orang lain bahkan para ulama terdahulu sebagai pelaku bid’ah.

Menyikapi kejadian seperti ini dan beberapa pertanyaan dan permintaan, maka dengan segenap rendah hati saya menulis masalah ini.

Berdzikir dan berdoa adalah ibadah yang akan melembutkan hati dan menjauhkan dari sifat sombong dan angkuh. Orang yang malas Berdzikir dan berdoa biasanya terlalu percaya diri pada usaha dan kemampuannya sehingga rasa ketergantungannya kepada Allah sedikit dan hatinya biasanya keras angkuh dan sombong, kecuali ketika ditimpa musibah baru minta tolong kepada ustadz, Kyai, Ulama dan teman-temannya agar didoakan.

Berrdzikir dan berdoa seusai shalat fardhu dengan suara keras atau terdengar adalah sesuatu yang sudah dipraktekkan oleh para sahabat Nabi SAW dan para ulama.
Praktek ibadah ini didasarkan pada Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim bersumber dari Ibnu Abbas, katanya:

أن رفع الصوت بالذكر حين ينصرف الناس من المكتوبة كان على عهد النبي صلى الله عليه وسلم وقال ابن عباس كنت أعلم إذا انصرفوا بذلك إذا سمعته

Sesungguhnya meninggikan mengeraskan suara dalam Berdzikir ketika selesai shalat fardhu adalah biasa dilakukan pada zaman Nabi SAW. Kata Ibnu Abbas: Aku mengetahui bahwa mereka telah selesai shalat karena mendengar suara Berdzikir yang keras itu. (HR. Bukhari dan Muslim).

Adanya suara dzikir yang keras terdengar sehingga Ibnu Abbas tahu bahwa shalat fardhu berjamaah di masjid telah selesai dikerjakan. Pada masa itu belum ada alat pengeras suara seperti mikrofon sekarang, tapi mereka bisa mendengar bacaan dzikir seusai shalat, itu artinya mereka Berdzikir bukan dalam hati tapi dibaca dengan Lafal dan bersuara.

Ibnu Hajar al-‘Asqalani dalam kitabnya Fath al-Bariy Syarh Shahih al-Bukhari Jilid 2 halaman 375 menjelaskan Hadis ini dengan mengatakan:

وقد وافقه مسلم والجمهور على ذالك وفيه دليل على جواز الجهر بالذكر عقب الصلاة
Sungguh Riwayat ini disetujui oleh imam Muslim dan mayoritas ulama. Dan Hadis ini merupakan dalil tentang bolehnya Berdzikir dengan suara keras seusai shalat.

Kata al-Imam as-Suyuthi dalam kitab al-Hawiy Li al-Fatawa jilid I halaman 375

والذكر في الملأ لا يكون إلا عن جهر
Dzikir dalam berjamaah tidak terlaksana kecuali dengan suara keras.

Suara keras yang dimaksud adalah suara yang sewajarnya tidak berlebih-lebihan apalagi sampai teriak-teriak.

Dalam kaedah ilmu Hadis, pernyataan Sahabat seperti yang diungkapkan Ibnu Abbas dalam Hadis ini dengan menggunakan kalimat
كان على عهد النبي صلى الله عليه وسلم
Artinya Telah dilakukan pada masa Nabi SAW.

Menunjukkan bahwa Hadis ini berstatus Marfu’, yakni sampai ke Rasulullah SAW dan hukumnya sama dengan Hadis ucapan Rasulullah SAW. Dan ini menjadi Hujjah dasar dalil. Alasannya sangat besar kemungkinan Rasulullah SAW mengetahui hal itu (praktek) dan menetapkannya, mengingat betapa besarnya antusias para sahabat menanyakan urusan agama kepada Rasulullah SAW. (Nurdin ‘Itr, Manhaj an-Naqd fi’ Ulum al-Hadits halaman 330).

Dengan demikian, sangat jelas bahwa praktek Berdzikir secara berjamaah adalah sesuatu yang berdasarkan dalil yang Sahih, jadi sangat baik dan perlu ditradisikan. Manfaatnya sangat besar dalam meningkatkan motivasi Berdzikir, kualitas spritual dan kebersamaan. Orang yang sendirian biasanya semangatnya berbeda dengan berjamaah. Bahkan imam Nawawi dalam kitabnya Riyadh ash – Shalihin menulis satu bab khusus judulnya

باب فضل حلق الذكر والندب إلى ملازمتها والنهي عن مفارقتها لغير عذر
Bab Tentang Keutamaan Halaqah-Halaqah (Majelis) Dzikir dan Anjuran agar Selalu bergabung dengan Halaqah Dzikir dan Larangan Meninggalkannya tanpa Udzur

Sebelum menjelaskan Hadis tentang berdoa secara berjamaah, saya menyampaikan di antara kaedah metode memahami Hadis ialah
جمع الأحاديث الواردة في الموضوع الواحد
Mengumpulkan beberapa Hadis yang terkait dalam satu tema yang sama. (Syekh Yusuf al-Qaradhawi, Kayfa Nata’amalu ma’a as-Sunnah an-Nabawiyyah halaman 103).

Membaca satu Hadis masih diperlukan Hadis-Hadis lainnya, karena biasanya penjelasannya terdapat pada Hadis yang lainnya. Hadis mengenai berdzikir dan berdoa ini sangat banyak.

Di antara Hadis yang menjelaskan tentang doa seusai shalat fardhu ialah:
Rasulullah SAW pernah ditanya:

أي الدعاء أسمع؟ قال جوف الليل الأخر ودبر الصلوات المكتوبة
Doa Apakah yang paling cepat didengar (diterima)? Beliau menjawab: Doa di waktu tengah akhir malam dan usai shalat fardhu. (HR. Tirmudzi dari Abu Umamah).

Hadis ini menjelaskan waktunya berdoa sangat utama setiap usai shalat fardhu.
Bagaimana caranya berdoa? Caranya bisa sendiri-sendiri bisa bahkan lebih baik berjamaah, berdasarkan Hadis bersumber dari Habib bin Maslamah a-Fihri, katanya saya mendengar Rasulullah SAW bersabda:

لا يجتمع ملأ فيدعوا بعضهم ويؤمن بعضهم إلا اجابهم الله
Tidaklah suatu kelompok berkumpul lalu di antara mereka ada yang berdoa dan yang lainnya meng-amin-kan, kecuali Allah akan menerima doanya. (HR. Thabarani, Hakim dan Baihaqi).

Dalam kitab Majma’ az-Zawaid wa Mamba’u al-Fawaid karya al-Haytsami, ia mengatakan, bahwa para Periwayat dalam sanad Hadis ini Sahih, selain Ibnu Lahi’ah yang dinilai Hasan.

Al-Manawi dalam kitabnya Faidh al-Qadir Syarh Al-Jami’ ash-Shagir jilid I halaman 443 berdasarkan Hadis di atas, Beliau mengatakan:

وكما يندب أن يؤمن عقب دعائه يندب أن يؤمن على دعاء غيره إن كان الداعي مسلما
Sebagaimana disunnatkan membaca Aamiin seusai membaca doa untuk diri sendiri, maka disunnatkan juga membaca Aamiin ketika mendengar orang lain berdoa jika yang berdoa adalah orang Islam.

Semakin banyak orang membaca Aamiin ketika ada yang memimpin doa maka akan semakin mempercepat diterimanya doa tersebut.

Semoga penjelasan ini bermanfaat.
والله اعلم بالصواب

Pontianak, 25 Oktober 2018 M
16 Safar 1440 H

Posted in: Fiqih, Kajian Islam

Leave a Comment