PERAN KH. MUHAMMADIYAH DAN KADERISASI ULAMA MELALUI MADRASAH ARABIYAH ISLAMIYAH DI CAMPALAGIAN (Bagian 1)

Oleh: Wajidi Sayadi

Keterangan gambar:
1. Foto KH. Muhammadiyah

KH. Muhammadiyah salah seorang ulama Campalagian yang tak terlupakan dan mudah dikenang jejak perjuangannya hingga saat ini melalui tiga hal:

PERTAMA, nama besar KH. Muhammadiyah sudah diabadikan menjadi nama Jl. KH. Muhammadiyah tepat di depan rumah penulis no. urutan satu bersambung dengan Jl. KH. Maddappungen di samping rumah penulis sebelah kanan bersebelahan langsung dengan Masjid Raya Campalagian yang berukuran 40 X 42 m sebagai pusat dakwah, pengembangan keilmuan, dan kaderisasi Ulama di Mandar Sulawesi Barat.

KEDUA, adanya Yayasan Perguruan Islam Campalagian hingga saat ini makin kokoh berdiri mulai dari unit Madrasah Ibtidaiyah, Tsanawiyah dan Aliyah. Penulis adalah alumni dari Perguruan ini. Sebelumnya adalah PGAP 6 Tahun dan 4 Tahun.
Embrio atau cikal bakal berdirinya Yayasan ini adalah berawal dari Madrasah Arabiyah Islamiyah (MAI) yang didirikan oleh KH. Abd Hamid Dahlan (1870-1948) pada tahun 1930. Dari Madrasah ke Yayasan, bukan dari Yayasan ke Madrasah.

Dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya selanjutnya dipercayakan untuk dipimpin langsung oleh KH. Muhammadiyah hingga tahun 1937.
Madrasah Arabiyah Islamiyah (MAI) ini sebagai warisan para ulama, hingga saat ini di kalangan masyarakat lebih populer dengan nama Sekolah Arab, karena semua mata pelajarannya menggunakan kitab berbahasa Arab, Aqidah tauhid, fikih, Tafsir, Hadis, sharf, nahwu, mahfuzhat, dan lain-lain. Penulis belajar di Madrasah atau Sekolah Arab ini tahun 1978 sampai ke tingkat diniyyah wustha dan ula hingga pindah tempat ke perpustakaan Masjid Raya dibimbing langsung KH. Abd Latif Busyra dan KH. Muhammad Nur.
Begitu menyebut nama Sekolah Arab, maka di situ ada nama KH. Muhammadiyah sebagai tokoh dan inspiratornya.

Proses kaderisasi ulama di Campalagian khususnya di Bonde ini melalui empat tempat:
1. Madrasah Arabiyah Islamiyah ini. Madrasah ini merupakan sentral lahir dan berhimpunnya para ulama. Disinilah kemudian tampak peran KH. Muhammadiyah beserta para ulama lainnya.
2. Masjid Raya Campalagian, tempat pengajian dengan sistem halaqah dan juga sorogan biasanya seusai shalat subuh dan magrib-insya serta waktu lainnya, bahkan di dalam masjid ini sebelah utara pernah didirikan Pesantren Calon Alim Ulama tahun 1959.
3. Rumah-rumah para ulama yang sekaligus menjadi Madrasah kajian kitab kuning dengan sistem sorogan dan halaqah.
4. Rumah-rumah Wakaf yang disediakan oleh masyarakat sebagai tempat telaah kitab, diskusi dan tempat tinggal para santri terutama yang berasal dari luar daerah. Misalnya KH. Muhammad Yunus Maratan (1906-1986) pimpinan Pesantren As’adiyah Sengkang pernah tinggal di Campalagian sebagai santri untuk belajar, tepatnya di rumah H. Zaenudin Putera KH. Maddappungen di samping kiri rumah penulis Jl. KH. Muhammadiyah. KH. Abd Kadir Khalid, MA sebelum berangkat ke Madinah dan Kairo, Beliau tinggal belajar di Campalagian ini. Termasuk Syekh Salim bin Jindan (1906-1969) ulama besar dari Surabaya kemudian menetap di Jakarta pernah tinggal di Campalagian belajar ketika Syekh Said al-Yamani dan Syekh Hasan al-Yamani tinggal dan mengajar di Campalagian tahun 1927-1937.

KETIGA, nama KH. Muhammadiyah selalu dikenang melalui Masjid Raya Campalagian, karena Beliau Khatib (Katti’) Masjid Raya mendampingi KH. Abd Hamid Dahlan yang menjabat Qadhi ke XV tahun 1895-1948. Pada masa itu, Khatib adalah tokoh agama dan ulama yang harus mampu menjawab dan menyelesaikan masalah agama dan sosial yang dihadapi masyarakat, bukan sekedar menyusun jadwal khutbah dan ceramah seperti saat ini mirip sekretaris imam masjid.

Adapun tahun kelahiran KH. Muhammadiyah sekitar 1901 di Bonde Kampung Masigi Campalagian. Beliau wafat tahun 1962 di Desa Komba Larompong wilayah Palopo Luwu Sulawesi Selatan. Sebagaimana tertulis dalam buku Ensiklopedi Pemuka Agama Nusantara yang Diterbitkan oleh Puslitbang Lektur dan Khazanah Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI di Jakarta tahun 2016 pada Jilid 6 halaman 2590-2591. Tulisan dalam Ensiklopedi ini merupakan hasil wawancara dengan puteri dan puteranya bernama Hafsah binti Muhammadiyah dan Kasim bin Muhammadiyah.
Namun di makamnya ada prasasti tertulis KH. Muhammadiyah (1897-1960). Semoga ada keluarga atau muridnya bisa menjelaskan perbedaan ini.

KH. Muhammadiyah lahir di Bonde dari seorang ibu bernama Mira dan ayahnya bernama Rundang. Beliau menikah dengan Tammauna melahirkan 11 orang anak, di antaranya KH. Bukhari Muhammadiyah imam Masjid Jami’ Polewali, Ust. Baharuddin Muhammadiyah Khatib Masjid Raya Campalagian mendampingi KH. Muhammad Zein yang menjabat Qadhi ke XVII tahun 1954-1983, Ust. Drs. H. Urwah Muhammadiyah alumni IAIN Alauddin Makassar berkiprah sebagai tokoh agama dan ulama di Bontang Kalimantan Timur, juga Hafsah yang tinggal di Bonde Kampung Masigi Campalagian dan Kasim yang disebutkan di atas.
………………………
(Bersambung ke bagian ke 2)

Pontianak, 19 Agustus 2018

Posted in: Uncategorized

Leave a Comment