SAHUR DAN ADZAN SUBUH

Sumber: NU Online

Batas waktu kebolehan makan sahur adalah ketika terbit fajar yang ditandai dengan adzan subuh. Namun ada hadis populer di berbagai media cetak dan online bahwa ketika sedang makan sahur, lalu tiba-tiba terdengar adzan subuh, maka diperbolehkan melanjutkan makan hingga habis makanannya sebagaimana disebutkan dalam sabda Rasulullah SAW:

إذا سمع أحد كم النداء والاناء على يده فلا يضعن حتى يقضي حاجته منه Apabila di antara

kalian mendengar adzan dan di tangannya masih memegang wadah makanan, maka janganlah dia meletakkannya hingga memenuhi kebutuhannya. (HR. Abu Daud dari Abu Hurairah).

Hadis ini dipahami tidak secara Tekstual, tetapi secara kontekstual dengan memperhatikan aspek sejarahnya, yakni sejarah adzan subuh. Adzan yang dimaksud dalam Hadis ini adalah adzan pertama pada zaman Nabi SAW sebelum masuk waktu subuh sehingga diperbolehkan melanjutkan makan sahur.

Bukan adzan subuh seperti sekarang ini yang menunjukkan masuknya waktu subuh. Hal ini diperjelas oleh hadis lainnya bersumber dari Ibnu Umar, katanya: muadzdzin pada zaman Rasulullah SAW ada dua orang yaitu Bilal dan Ibnu Ummi Maktum yang buta.

Rasulullah SAW bersabda: إن بلالا يؤذن بليل فكلوا واشربوا حتى يؤذن ابن ام مكتوم

Sesungguhnya Bilal mengumandangkan adzan pada waktu masih malam, maka makanlah dan minumlah sampai Ibnu Ummi Maktum mengumandangkan adzan subuh. (HR. Muslim).

Adzan Ibnu Ummi Maktum adalah adzan kedua yang menunjukkan fajar sudah terbit dan sudah masuk waktu subuh. Adzan yang terdengar di Indonesia adalah adzan yang menunjukkan sudah terbit fajar dan sudah masuk waktu subuh. Apabila sedang makan sahur lalu tiba-tiba terdengar adzan subuh, maka segeralah berhenti makan, jangan lanjutkan, karena batas waktu sahur adalah masuknya waktu subuh yang ditandai dengan adzan. Di sinilah perlunya metodologi memahami hadis dengan memperhatikan sejarahnya, tidak sekedar yang penting Hadisnya Sahih.

Walaupun hadisnya Sahih tetapi karena menggunakan hadis itu bukan pada waktu dan tempatnya, maka hasilnya keliru. Seperti itu juga memahami ayat al-Qur’an dan hadis-hadis tentang Jihad dan perang, perlu metodologinya.

والله أعلم

Pontianak, 4 Ramadhan 1439 H/20 Mei 2018

Posted in: Fiqih, Kajian Islam

Leave a Comment