MENGAPA TERJADI PERBEDAAN PEMBAYARAN ZAKAT FITRAH?

Oleh: Wajidi Sayadi

 

Said bin Abi ‘Arubah (156 H (773 M) mengatakan:

من لم يسمع الاختلاف فلا تعدَّه عالما

Siapa yang belum pernah mendengar (belum mengerti) perbedaan pendapat para ulama, maka janganlah ia dihitung sebagai orang alim.

 

Perhitungan ukuran besaran zakat yang dibayarkan bagi umat Islam berbeda-beda di berbagai wilayah di Indonesia. Ada yang menetapkan 2,7 Kg., 2,8 kg., dan ada 3 kg. beras, dan umumnya paling banyak menetapkan 2,5 kg., beras.

Adanya keragaman seperti ini menimbukan pertanyaan seperti judul di atas.

Terutama di daerah yang sudah puluhan tahun membayar zakat fitrah selalu ukurannya 2,5 kg. beras. Lalu ada perubahan menjadi 2,7 kg., atau 2,8 kg., atau 3 kg.

Adalah sangat wajar ketika masyarakat bertanya dan bertanya, mengapa bisa terjadi seperti ini?

Beberapa waktu lalu, hasil rapat Komisi Fatwa MUI Provinsi Kalimantan Barat memutuskan hasil kajiannya bahwa besaran zakat fitrah setiap orang adalah 2,8 kg. beras.

Beredarnya hasil rapat ini ke berbagai media dan masyarakat, kami seringkali mendapatkan pertanyaan seperti judul di atas.

Hari Kamis, 13 Pebruari 2025 seusai menyampaikan Hikmah Isra’ Mi’raj di Aula Kantor Kementerian Agama Kota Pontianak bersama Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Kalaimantan, Bpk DR. KH. Muhajirin Yanis, M.Pd.I dan Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Pontianak dan jajaran keluarga besar Kementerian Agama Kota Pontianak.

Seusai acara Isra’ Mi’raj lanjut ke kegiatan berikutnya rapat penetapan besaran ukuran zakat fitrah wilayah Kalimantan Barat tahun 2025 bersama Pak. Ka. Kanwil Kemenag. Kalbar di Hotel Maestro Pontianak.

Dalam rapat ini Pak. Ka. Kanwil didampingi Kepala Bidang Penaiszawa, H. Rohadi Fauzi, S.Ag. M.Si. dan para Kasi serta jajaran lainnya. Turut hadir Ketua Umum MUI, Dekan Fakultas Syariah IAIN Pontianak, dari Bulog., Kementerian Perdagangan dan Industri, dari Media Pontianak Post., dan undangan lainnya.

Kami diminta menjelaskan mengenai ukuran basaran zakat fitrah dalam pandangan fikih Islam, hampir sama maksudnya pertanyaan pada judul di atas.

Pendapat mengenai ukuran besaran zakat fitrah yang wajib dibayarkan yang berbeda-beda; 2,5, kg., 2,7 kg., 2,8 kg., atau 3 kg. beras, semuanya mengacu pada dalil yang sama yaitu hadis Rasulullah SAW. yang bersumber dari Ibnu Umar, ia mengatakan:

فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ عَلَى الْعَبْدِ وَالْحُرِّ وَالذَّكَرِ وَالْأُنْثَى وَالصَّغِيرِ وَالْكَبِيرِ مِنْ الْمُسْلِمِينَ وَأَمَرَ بِهَا أَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوجِ النَّاسِ إِلَى الصَّلَاةِ

Rasulullah SAW. mewajibkan zakat fitri berupa satu sha’ kurma atau sha’ gandum bagi setiap hamba sahaya (budak) maupun yang merdeka, laki-laki maupun perempuan, kecil maupun besar dari kaum muslimin. Beliau memerintahkan agar menunaikannya sebelum orang-orang berangkat shalat (‘Ied).” (HR. Bukhari).

Hadis yang seperti ini juga diriwayatkan Abu Daud, Tirmidzi, Nasai, Darimi, semuanya bersumber dari Ibnu Umar. Dalam hadis lainnya bersumber dari Abu Said al-Khudri. Ia mengatakan:

كُنَّا نُخْرِجُ زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ طَعَامٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ أَقِطٍ أَوْ صَاعًا مِنْ زَبِيبٍ

“Kami mengeluarkan zakat fitri satu sha’ dari makanan atau satu sha’ dari gandum atau satu sha’ dari kurma atau satu sha’ dari keju (mentega) atau satu sha’ dari kismis (anggur kering).” (HR. Sepakat Bukhari dan Muslim).

Berdasarkan hadis tersebut, semua ulama sepakat bahwa zakat fitrah yang dikeluarkan besarannya adalah satu Sha’.

Pada masa Rasulullah SAW. Sha’ adalah alat yang dipakai untuk mengukur banyak sedikitnya makanan secara jumlah takaran atau volume, bukan beratnya atau timbangannya.

Ukuran besaran satu Sha’ makanan pokok pada zaman Rasulullah SAW. dianggap sudah dapat  mengenyangkan atau memenuhi kebutuhan satu keluarga.

Ketika Islam menyebar ke negara lainnya seperti Mesir, Damaskus Syiria, Bagdad, dan lainnya. Umumnya mereka menggunakan Ritl atau liter. Ketika mengukur besaran satu sha’ dikonversi ke dalam ritl atau liter, maka masing-masing negara berbeda-beda ukuran ritl-nya. Ukuran satu liter Mesir berbeda dengan liter Bagdad, berbeda lagi dengan Syiria, termasuk juga dengan ukuran liter Indonesia.

Selain Sha’ pada zaman Nabi SAW. ada ukuran yang lebih kecil namanya Mudd. Satu Mudd diperkirakan sama dengan sepenuh dua telapak tangan seseorang yang sedang, tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil. Dalam Bahasa Indonesia kira-kira sama dengan Gantang.

Perbedaan dan permasalahan selanjutnya muncul ketika ukuran takaran dikonversi ke dalam ukuran berat timbangan.

Kurma, gandum, keju atau mentega, kismis anggur kering, beras sama-sama ukurannya Satu Sha’ tapi berat timbangannya pasti berbeda.

Pemahaman dan penjelasan para ulama yang berbeda-beda tentang makna dan ukuran Satu Sha’ yang disebutkan dalam hadis di atas, itulah namanya Fiqh. Ciri utama fiqh adalah perbedaan. Maksudnya perbedaan pendapat yang bisa ditolerir berdasarkan dalil.

Mayoritas ulama mengatakan bahwa Satu Sha’ ukurannya sama dengan empat Mudd.

Dalam kamus Arab-Indonesia al-Munawwir, Satu Mudd artinya kurang lebih 6 ons. 6 ons X 4 = 2,4 Kg.

Boleh dikata dalam hampir semua kitab Fiqh bermadzhab Syafi’i, menyebutkan satu sha’ besaran zakat fitrah adalah ukuran 5,3 ritl Irak. Prof. Dr. Musthafa Dib al-Bugha ahli Fiqh Madzhab Syafi’i di Mesir menulis kitab at-Tahdzib fi Adillati Matn al-Ghayah wa at-Taqrib, menjelaskan bahwa 5,3 ritl Irak setara dengan 2400 gram atau 2,4 kg. atau lebih sedikit. Boleh jadi, atas dasar inilah dan prinsip kehati-hatian di Indonesia umumnya penganut mazhab Syafi’i menetapkan besaran zakat fitrah adalah 2,5 kg.

Dalam kitab al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu karya Wahbah az-Zuhaili, ulama fiqh madzhab Ahmad bin Hambal umumnya berpendapat bahwa satu mudd setara 544 gram. Angka 544 X 4 = 2176 gram (sekitar 2,2 kg.).

Wahbah az-Zuhaili juga menjelaskan bahwa mayoritas ulama berpendapat bahwa satu sha’ setara dengan 2751 gram atau 2,751 kg. Satu Mudd setara 687,75 gram X 4 = 2751. Boleh jadi atas dasar perhitungan inilah kemudian mengambil perhitungan yang lebih tinggi dan afdhal sehingga digenapkan menjadi 2,8 kg.

Dalam perhitungan ulama lainnya, bahwa Satu Mudd setara dengan 675 gram X 4 = 2700 gram atau 2,7 kg. Jumlah besaran ini sama dengan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) no. 65 tahun 2022 tentang hukum masalah-masalah terkait zakat fitrah, bahwa kadar zakat fitrah adalah satu Sha’ yang jika dikonversi ke beras menjadi 2,7 kg. atau 3,5 liter.

Dalam Kitab Taudhih al-Ahkam mim Bulugh al-Maram karya Abdullah bin Abdurrahman al-Bassam menjelaskan hadis tersebut di atas bahwa satu Sha’ setara 3 kg. Pendapat ini sama dengan Dewan Fatwa Kerajaan Arab Saudi, Syekh al-Bassam sendiri adalah Anggota Majma’ul-Fiqhil-Islami di Rabithah Al-Alam Al-Islami dan pengajar di Masjidil-Haram di Mekah.

Dalam pandangan imam Abu Hanifah, satu Sha’ setara 8 liter Irak. Satu liter Irak setara dengan 130 dirham (130 X 8 = 520 dirham) sama dengan 3800 gram (3,8 kg.). Pendapatnya ini didasarkan pada hadis bahwa Nabi SAW. pernah berwudhu menggunakan air seukuran satu mudd, 2 liter dan Beliau mandi menggunakan air seukuran satu sha’, 8 liter. (HR. Baihaqi dari Anas).

Ukuran besaran zakat fitrah yang wajib dibayarkan sebagaimana telah dijelaskan di atas terjadi perbedaan disebabkan karena pemahaman yang berbeda terhadap makna ukuran Sha’ yang pada dasarnya adalah takaran atu volume, lalu dikonversi ke dalam ukuran berat timbangan.

Cara menghitung  berat timbangannya pun berbeda-beda mulai dari angka 2,2 kg., 2,4 kg., 2,5 kg., 2,7., 2,8 kg., 3 kg., hingga 3,8 kg., semuanya adalah sah secara hukum karena sudah termasuk dalam takaran satu sha’ sebagaimana yang diperintahkan Rasulullah SAW. dalam hadis di atas.

Para ulama dalam menetapkan kebijakan suatu masalah hukum biasanya berpegang pada kaedah prinsip ihtiyath, kehati-hatian. Apabila kurang dari angka minimal dari ketentuan hukum, maka bisa menjadi tidak sah. Apabila mengambil pendapat yang lebih dari dari ketentuan minimalnya, maka itu lebih utama, lebih afdhal. Makin banyak lebihnya dari ketentuan yang seharusnya, maka akan semakin lebih utama nilainya. Begitu juga memilih kualifikasi jenis dan harga beras yang lebih tinggi, maka akan lebih tinggi pula nilai ihsannya, selama mempunyai kemampuan yang lebih memadai.

Dalam al-Qur’an, Allah berfirman:

اِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْاِحْسَانِ

Sesungguhnya Allah menyuruh berlaku adil dan berbuat ihsan, (QS. an-Nahl, 16: 90).

Apabila membayar sesuai kewajiban persis ketentuan agama, itulah namanya adil. Apabila membayar lebih dari kewajiban, maka itulah namanya Ihsan, kebaikan yang lebih baik.

Sebagai umat Islam dan warga negara yang baik dan bijak, apabila mengeluarkan zakat fitrah dengan ukuran besaran yang sudah ditetapkan berdasarkan fatwa MUI dan regulasi ketentuan dari pemerintah, maka itulah yang lebih utama, lebih aman, lebih tenang tidak ada keragu-raguan di dalamnya.

Wallahu A’lam bi ash-Shawab.

Semoga Bermanfaat

Pontianak, 15 Pebruari 2025

Posted in: Fiqih

Leave a Comment