RAMADHAN MENGASAH KEYAKINAN DAN SPIRIT JIHAD MENUJU HIDUP SUKSES

Oleh: Wajidi Sayadi

 

Materi ini merupakan bagian atau serpihan dari Ngaji Ramadhan yang dirangkaikan dengan Pembinaan Pegawai di Lingkungan Fakultas Ushuluddin Adab dab Dakwah IAIN Pontianak

Seorang ulama atau penyair bernama Ahmad Syauqiy kelahiran Kairo tahun 1868 M. keturunan Turki mengatakan:

الحياة عقيدة وجهاد

Hidup itu akidah dan jihad,

Pernyataan singkat penuh makna yang sangat bernilai.

Akidah artinya keyakinan. Dalam hidup ini kita harus berlandaskan pada akidah atau keyakinan. Puncak keyakinan bagi seorang muslim adalah kalimat Tauhid Laa Ilaaha Illallah (Tidak ada Tuhan yang berhak disemabh dengan sebenar-benarnya selain Allah). Tidak ada yang memberi, mengatur dan menentukan rezeki kecuali Allah.

Keyakinan yang kuat melahirkan prinsip yang kuat dalam menghadapi berbagai macam tantangan dan gelombang kehidupan. Seberapa banyak dan besarnya tantangan dalam kehidupan ini bisa dihadapi dan diselesaikan karena adanya keyakinan yang kuat. Hidup tanpa keyakinan, tanpa prinsip sangat gampang dan mudah goyah diombang-ambingkan oleh dinamika kehidupan.

 

Keyakinan atau prinsip yang kuat harus diiringi semangat Jihad, yakni kerja keras, kerja cerdas, dan kerja ikhlas.

Banyak masalah dalam hidup kita karena lebih banyak keragu-raguan, dan kerja apa adanya, atau kerja seadanya, bukan kerja seperti semangat jihad.  Mengasah keyakinan dan memperteguh spirit Jihad salah satunya dengan ibadah puasa Ramadhan.

Pada bulan Sya’ban tahun ke 2 sejak Nabi SAW. tinggal di Madinah, Allah turunkan ayat perintah puasa, yaitu:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ

Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. (QS. al-Baqarah: 183).

 

Mengapa puasa diwajibkan di bulan Ramadhan? Padahal ayat perintahnya turun pada bulan Sya’ban?

Para ulama menjelaskan bahwa nama bulan Ramadhan sudah dikenal umat sebelum Islam. Pada masa jahiliyah, mereka sangat menghormati Ramadhan. Buktinya selama Ramadhan, tidak boleh ada peperangan. Mereka gencatan senjata, menghentikan semua aktifitas peperangan.

Selama bulan Ramadhan focus digunakan sebagai waktu untuk mengasah semua peralatan peperangan, mengasah pedang, mengasah tombak dan lainnya. Agar peralatan tempur semakin tajam dan bagus dipakai dalam peperangan melawan musuh.

Dalam konteks inilah, Allah turunkan perintah wajib puasa pada bulan Ramadhan, untuk mengasah hati dan pikiran serta jiwa sosial kemanusiaan sebagaimana orang-orang sebelumnya mengasah dan mempertajam alat-alat peperangan mereka.

Istilah Ramadhan artinya membakar, maksudnya membakar dosa-dosa, membersihkan dan mengampuni kesalahan selama Ramadhan bagi orang yang berpuasa. Apabila dosa-dosa sudah dibakar, di-delete, dihapus atau diampuni, maka hati dan pikiran akan jernih dan bersih. Hati yang bersih sudah tercerahkan oleh puasa Ramadhan akan lebih gampang dan lancar komunikasi bersama Allah.

Bagaimana caranya?

Ada beberapa cara dan langkah bisa dilakukan dalam rangka mengasah hati dan pikiran untuk memantapkan keyakinan dan semangat jihad, antara lain:

PERTAMA, Mujahadah selalu berjuang menolong agama Allah.

Allah Ta’ala berfirman:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنْ تَنْصُرُوا اللّٰهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ اَقْدَامَكُمْ

Wahai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu. (QS. Muhammad, 47:7).

Pada dasarnya kalimat اِنْ تَنْصُرُوا اللّٰهَ artinya اِنْ تَنْصُرُوا دينه menolong agama Allah dengan peperangan jihad pada masa Rasulullah SAW. namun dalam perkembangannya dipahami secara kontekstual masa sekarang dan ke depannya bahwa menolong agama Allah bisa dengan di antaranya menjelaskan hukum-hukum dalam Islam, membuat orang lain mengerti tentang Islam dan mereka tidak salah paham tentang Islam. Bisa mengantarkan orang lain bisa mengamalkan ajaran islam dengan baik dan benar.

Demikian juga makna jihad dalam ayat ini.

وَجَاهِدْهُمْ بِه جِهَادًا كَبِيْرًا

dan berjihadlah menghadapi mereka dengannya (Al-Qur’an) dengan (semangat) jihad yang besar. (QS. al-Furqan, 25: 52).

Para guru ngaji yang mengajarkan IQRA’, mengajarkan mengenal huruf-huruf Hijaiyah adalah mujahid, pejuang yang menolong agama Allah. Guru, Ustadz, para penceramah, dosen dan lainnya yang mengajarkan dan menjelaskan, mendakwahkan tentang Islam dari berbagai aspeknya adalah para Mujahid, pejuang yang menolong Allah.

Ayat tersebut di atas inilah yang saya jadikan pegangan dan prinsip hidup sejak dulu di masa sekolah Tsanawiyah dan Aliyah hingga saat ini. Pada masa belajar dan mengajar di zaman penuh perjuangan dalam pengabdian, guru-guru besar dan Kyai saya di kampung halaman selalu memotivasi dan menyemangati dengan ayat tersebut, bahwa jangan pernah meragukan bantuan dan pertolongan Allah selama kita rajin belajar agama, rajin mengaji, rajin mengajar dan berdakwah.

Mengaji, mengajar dan berdakwah adalah menolong agama Allah, dan Allah pasti menolong kita. Allah tidak akan menyia-nyiakan hidup kita. Sedikitpun tidak meragukan kebenaran janji Allah. Semuanya pasti dan sudah terbukti.

KEDUA, Selalu menebar kebaikan dan kemanfaatan, peduli dan solidaritas sosial kemanusiaan.

Rasulullah SAW. bersabda:

وَاللَّهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ

Allah selalu menolong hambanya selama ia menolong terhadap sesamanya. (HR. Muslim dari Abu Hurairah).

Hadis ini juga yang saya jadikan pegangan dan prinsip sejak dini masa Tsanawiyah dan Aliyah hingga saat ini. Janji Rasulullah SAW. tidak pernah diragukan dan selalu memotivasi dan menyemangati untuk selalu menolong dan kerjasama dengan siapa pun secara ikhlas. Semuanya pasti dan sudah terbukti.

Ada seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah SAW.:

أَيُّ الْإِسْلَامِ خَيْرٌ mana ajaran Islam yang terbaik? Beliau menjawab:

تُطْعِمُ الطَّعَامَ وَتَقْرَأُ السَّلَامَ عَلَى مَنْ عَرَفْتَ وَمَنْ لَمْ تَعْرِفْ

Anda memberi makanan dan mengucapkan as-salam kepada yang Anda kenal maupun kepada yang belum kenal. (HR. Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Amr bin Ash).

Dalam hadis lainnya, disebutkan:

خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ

Sebaik-baik manusia adalah yang sangat bermanfaat bagi sesamanya. (HR. Thabarani dari Jabir).

KETIGA, Bersikap biasa-biasa, sedang-sedang, tidak berlebih-lebihan menyikapi dinamika baik dan buruknya kehidupan.

Allah Ta’ala berfirman:

لِّكَيْلَا تَأْسَوْا عَلٰى مَا فَاتَكُمْ وَلَا تَفْرَحُوْا بِمَآ اٰتٰىكُمْ ۗ

agar kamu tidak terlalu bersedih terhadap apa yang luput dari kamu dan tidak pula terlalu gembira terhadap apa yang diberikan Allah kepadamu. (QS. al-hadid, 57: 23).

Ketika mendapatkan sesuatu sesuai keinginan, keuntungan, kemenangan, dan berbagai macam kesenangan, disikapinya biasa-biasa saja dengan penuh rasa syukur, tidak gembira secara berlebih-lebihan.

Sebaliknya, ketika keinginan tidak tercapai, gagal, mengalami kerugian, kehilangan, musibah, dan berbagai macam kesulitan, maka disikapi juga dengan sedang-sedang saja, biasa-biasa, tidak sedih berlebih-lebihan, apalagi sampai terkesan menolak takdir.

Bersyukur apa yang ada, dan bersabar terhadap apa hilang.

Rasulullah SAW. berpesan:

وَارْضَ بِمَا قَسَمَ اللهُ لَكَ تَكُنْ أَغْنَى النَّاسِ

Merasa ridha, rela dan senang dengan ketetapan pemberian Allah kepada Anda, maka Anda menjadi manusia yang paling kaya. (HR. Tirmidzi dari Abu Hurairah).

Semoga Ramadhan dengan segala amaliyahnya bisa menginspirasi, mengasah hati dan pikiran untuk semakin mengokohkan keyakinan dan spirit Jihad dalam menghadapi berbagai macam dinamika kehidupan yang semakin kompleks.

 

Pontianak. Jumat, 4 Ramadhan 1445 H/15 Maret 2024

Posted in: Kajian Islam

Leave a Comment