Dibaca 57
Surat al-Fatihah adalah surat yang paling akrab, paling popular, dan paling banyak dibaca dan dihafal oleh umat Islam.
Selain dibaca 17 kali dalam shalat lima waktu juga dibaca dalam shalat-shalat sunat, dibaca dalam pembuka dan penutup doa-doa dalam berbagai acara dan momentum, termasuk dalam ruqyah dan pengobatan spiritual, alternatif, dan lainnya.
Semoga selain membaca dan menghapal juga Tadabbur Surat al-Fatihah.
Nama-Nama Surat al-Fatihah
Surat al-Fatihah mempunyai banyak nama, Imam Jalaluddin as-Suyuthi (1505 M) dalam kitabnya al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur’an menyebutkan 25 nama surat al-Fatihah. Banyaknya nama surat al-Fatihah ini menunjukkan keutamaan dan kemuliaannya. Setiap nama tersebut memberi isyarat tentang fungsi dan tujuannya. Nama surat al-Fatihah, antara lain:
1. Al-Fatihah, artinya pembuka yang sangat sempurna, sebagai isyarat bahwa ia adalah pembuka al-Qur’an, dan juga pembuka yang amat sempurna bagi segala macam kebajikan.
2. As-Sab’u al-Matsani. (QS. Al-Hijr, 15: 87), artinya tujuh ayat yang diulang-ulang dalam shalat, atau diulang-ulang kandungannya dalam ayat-ayat al-Qur’an berikutnya.
3. Ummul Kitab, artinya induk, karena merupakan induk al-Qur’an memuat pokok-pokok isi kandungan al-Qur’an.
4. Al-Asas artinya dasar, karena kandungannya merupakan dasar bagi segala perilaku terpuji di dunia dan di akhirat.
5. Al-Wafiyah artinya yang sempurna. Isi kandungan makna al-Qur’an sudah sempurna terdapat pada surat al-Fatihah.
6. Al-Kafiyah artinya yang memadai dan cukup. Membaca surat al-Fatihah dalam shalat, menjadikan shalat sudah memadai, cukup dan sah.
7. Al-Syâfiyyah, artinya penyembuh penyakit baik sifatnya jasadiyah maupun ruhiyah, fisik dan spritual.
8. Al-Kanz, artinya bekal simpanan perbendaharaan karena isinya adalah bekal simpanan yang sangat berharga untuk masa depan baik di dunia maupun di akhirat.
9. Al-Hamd, artinya pujian, karena di dalamnya banyak dan diawali mengandung pujian kepada Allah.
10. Ad-Du’a dan Munajat sebab surat al-Fatihah mengandung doa dan munajat.
Keutamaan Surat al-Fatihah
Sebagaimana nama surat al-Fatihah banyak, maka keutamaannya juga banyak, antara lain:
Surat al-Fatihah surat yang paling mulia dalam al-Qur’an.
Abu Sa’d bin al-Mu’alla mengatakan, Rasulullah SAW. bersabda kepadanya:
Saya akan mengajarimu surat yang paling agung yang terdapat di dalam al-Qur’an. Beliau brersabda, (yaitu surat) AL HAMDU LILLAHI RABBIL ‘AALAMIIN, yakni as-Sab’u al-Matsani, dan al-Qur’an al-‘Azhim (maksudnya surat al-Fatihah) yang telah diwahyukan kepadaku. (HR. Bukhari).
Malaikat turun secara khusus ketika surat al-Fatihah dibaca.
Hal ini dijelaskan Rasulullah SAW. dalam hadis yang bersumber dari Ibnu Abbas:
Ketika Rasulullah ﷺ bersama malaikat Jibril, tiba-tiba Jibril mendengar suara dari arah atasnya, maka Jibril mengangkat pandangannya ke arah langit, kemudian berkata, ‘Ini pintu langit telah dibuka, yang sebelumnya belum pernah dibuka.'” Ibnu Abbas berkata, “Lalu turun malaikat dan datang kepada Nabi ﷺ, lantas berkata. ‘Berbahagialah dengan dua cahaya yang diberikan kepadamu, dan dua cahaya tersebut belum pernah diberikan kepada seorang Nabi ﷺ pun sebelummu, yakni: Fatihah al-Kitab (surat al-Fatihah) dan akhir surah al-Baqarah. Kamu tidak membaca satu hurufpun dari keduanya kecuali kamu pasti akan diberi.'” (HR. Nasai dari Ibnu Abbas).
Keutamaan Membaca “Aamiin sesudah membaca surat al-Fatihah.
Rasulullah SAW. bersabda:
Apabila imam membaca, غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ (Bukan orang-orang yang dimurkai dan bukan orang-orang yang sesat) ‘ maka ucapkanlah, ‘Aamiin’, Siapa bacaan aamiin-nya bersamaan dengan bacaan aamiin para malaikat, maka akan diampuni dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari dari Abu Hurairah).
Adapun isi kandungan surat al-Fatihah secara global terdiri dari:
1. Masalah akidah, yaitu keyakinan tentang Allah. Hal ini terdapat pada ayat 1-4. Siapa itu Allah? Jawabnya, Allah Maha Pengasih Maha Penyayang selalu disebut diingat tidak boleh dilupakan dan dilalaikan (ayat 1). Allah adalah Pemilik segala pujian. Pencipta, Pengatur dan Penentu segala alam semesta. (ayat 2). Allah adalah Maha Pengasih dan Penyayang (ayat 3). Allah adalah Pemilik dan Penguasa hari akhirat (ayat 4).
2. Masalah ibadah atau syariat yang menyuburkan dan memperkuat tauhid. Sekaligus menunjukkan tugas dan kewajiban manusia beribadah menjalani aturan syariat.
اِيَّاكَ نَعْبُدُ وَاِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُۗ
Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan. (ayat 5).
3. Masalah akhlak. Sebagai hasil atau buah dari Tauhid dan Ibadah itulah Akhlak terpuji. Orang yang menampilkan akhlak buruk berarti ada masalah pada tauhid dan ibadahnya.
Bagian dari akhlak adalah selalu berprasangka baik kepada Allah dan menaruh harapan sepenuhnya bahwa Allah Sumber segala keselamatan dan kebahagiaan dunia akhirat.
اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَۙ
Bimbinglah kami ke jalan yang lurus. (Ayat 6).
Pada ayat 7 memuat tentang tiga kelompok manusia.
Satu kelompok berada di jalan lurus, Shirat al-Mustaqim.
Dua kelompok lainnya di jalan yang menyimpang dari kebenaran, yaitu orang-orang yang dimurkai dan orang-orang yang sesat.
Penyebutan bagi kelompok pertama sebagai jalan yang lurus dinisbahkan kepada Allah dengan kalimat:
اَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ (yang telah ENGKAU {Allah} beri nikmat kepada kepada merka).
Berbeda dengan kelompok kedua dan ketiga sebagai sesuatu yang buruk dan menyimpang digunakan kalimat:
غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ (bukan mereka yang dimurkai) dan وَلَا الضَّاۤلِّيْنَ (dan bukan orang-orang yang sesat).
Dalam ayat ini tidak menggunakan kalimat “bukan yang Engkau Murkai dan bukan juga yang Engkau sesatkan, sebagaimana pada kalimat “yang Engkau beri nikmat”.
Pesan Akhlak terpuji dalam ayat ini adalah bahwa yang layak dan pantas dinisbahkan atau dihubungkan kepada Allah adalah sesuatu yang baik, seperti masalah nikmat.
Yang Engkau (Allah) beri nikmat kepada mereka.
Ketika masalah yang buruk dan penyimpangan, tidak boleh dinisbahkan kepada Allah, harus dinisbahkan kepada manusia karena adanya keburukan dan penyimpangan itu atas ulah dan perbuatan manusia itu sendiri, seperti masalah murka dan sesat. Makanya digunakan kalimat “yang DIMURKAI” dan yang SESAT”, bukan dengan kalimat yang ENGKAU (ALLAH) MURKAI dan ENGKAU (ALLAH) SESATKAN.
Hal ini diperjelas dalam al-Qur’an:
مَآ اَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللّٰهِ ۖ وَمَآ اَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَّفْسِكَ
Kebaikan (nikmat) apa pun yang kamu peroleh (berasal) dari Allah, sedangkan keburukan (bencana) apa pun yang menimpamu itu disebabkan oleh (kesalahan) dirimu sendiri. (QS. An-Nisa’: 79).
Dalam ayat al-Qur’an lainnya disebutkan:
الَّذِيْ خَلَقَنِيْ فَهُوَ يَهْدِيْنِ ۙوَالَّذِيْ هُوَ يُطْعِمُنِيْ وَيَسْقِيْنِ ۙ وَاِذَا مَرِضْتُ فَهُوَ يَشْفِيْنِ ۙ
(Allah) yang telah menciptakanku. Maka, Dia (Allah) yang memberi petunjuk kepadaku. Dia (Allah) yang memberiku makan dan minum. Apabila aku sakit, Dialah (Allah) yang menyembuhkanku. (QS. Asy-Syu’ara’: 78-80).
Menciptakan, memberi petunjuk, memberi makan dan minum, dan menyembuhkan, semuanya kebaikan dan dinisbahkan kepada Allah.
Ketika menyebut masalah sakit dinisbahkan kepada manusia, dengan kalimat “apabila aku sakit” bukan dengan kalimat “Allah yang membuatku sakit”, masalah sakit atau yang buruk lainnya tidak boleh dinisbahkan kepada Allah, walaupun hakekatnya semuanya ditentukan Allah.
Inilah namanya Akhlak terpuji.
Suluruh ayat dalam al-Qur’an yang terdiri atas 6.236 ayat 114 surat dalam 30 juz, semua pembahasannya merupakan uraian rinci dari tiga masalah pokok ajaran Islam, yaitu TAUHID, IBADAH atau SYARIAT dan AKHLAK.
Ketika ada ayat al-Qur’an yang menceritakan tentang kisah para nabi dan umat terdahulu, bukan sekedar alur cerita kisahnya, tapi lebih kepada pesan utamanya, yaitu masalah tauhid, ibadah dan akhlak. Makanya dalam kisah itu tidak disebutkan secara rinci tanggal dan tempatnya serta siapa nama pelakunya, karena pesan utamanya, misalnya tauhid, ibadah dan akhlaknya yang lebih diutamakan.
Semoga surat al-Fatihah, keutamaan, dan prinsip-prinsip kandungannya senantiasa menghiasi dalam kehidupan kita sehari-hari, sebagaimana sehari-hari kita membacanya. Aamin.
Wallahu A’lam bi ash-Shawab