Dibaca 61
Tema pembahasan kali ini adalah: “استحباب المصافحة عند اللقاء وبشاشة الوجه” Disunnatkan berjabat tangan ketika berjumpa dan selalu berwajah ceria dan senyum.
Masalah berjabat tangan merupakan materi pembahasan dalam Kajian Hadis rutin Ahad Malam di Masjid Raya Mujahidin Pontianak. Mengingat saat ini umat Islam di Indonesia masih dalam suasana Halal bi Halal usai Ramadhan dan Idul Fitri. Ketika berhalal bi Halal atau berlebaran ditandai dengan saling berjabat tangan dan saling memaafkan.
Berjabat tangan ketika berjumpa adalah disunnahkan dalam Islam.
Hanya saja ketika berjabat tangan setiap usai shalat fardhu, ada yang menilainya sebagai bid’ah.
Bid’ah artinya sesat karena dibuat-buat tanpa dasar. Balasannya adalah masuk neraka. Sebagaima mereka membid’ahkan kegiatan peringatan Maulid Nabi SAW., Isra’ Mi’raj, Nuzul al-Qur’an, peringatan tahun baru Islam 1 Muharram, semuanya adalah bid’ah. Semuanya haram.
Berikut ini akan dijelaskan pandangan para ulama bahwa berjabat tangan setiap usai shalat fardhu adalah perbuatan baik, sunnah, dan bukan bid’ah.
Pembahasan Jabat tangan atau bersalam-salaman ini diawali dengan pembahasan hubungan antara maaf-mafaan dan salam-salaman atau jabat tangan.
Apa hubungannya Maaf-maafan dan Salam-salaman atau jabat tangan?
Pada zaman Nabi SAW. orang-orang munafik di Madinah sengaja men-viral-kan berita bohong, fitnah, dan hoax bahwa Aisyah istri Rasulullah SAW. telah berselingkuh. Seorang keponakan Abu Bakar ash-Shiddiq bernama Mishthah ikut-ikutan meng-share- dan men-viral-kan berita bohiong dan hoax ini, maka Abu Bakar ash-Shiddiq sekeluarga marah, sakit hati dan bersumpah untuk tidak akan peduli dan tidak akan memberikan bantuan belanja kepada keponakannya itu, maka Allah menurunkan ayat:
وَلْيَعْفُوا وَلْيَصْفَحُوا أَلاَ تُحِبُّونَ أَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ لَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Dan hendaklah mereka mema`afkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. An-Nûr: 22).
Asbab an-Nuzul ayat ini diriwayatkan Bukhari dan Muslim bersumber dari Aisyah.
Kata “وَلْيَعْفُوا” adalah perintah agar memaafkan orang yang telah berbuat salah dan menyakiti hati. Kata “Maaf” dalam Bahasa Arab, maksudnya adalah “hapus”. Memaafkan berarti menghapus. Yakni menghapus sakit hati, menghapus rasa benci, menghapus rasa iri dan dendam.
Perintah memaafkan dalam ayat ini berbarengan dengan perintah “وَلْيَصْفَحُوا” perintah berlapang dada, berjiwa besar.
Kata “وَلْيَصْفَحُوا” (berlapang dadalah, berjiwa besarlah). Kata ini berasal dari kata “صَفَحَ” artinya lembaran atau halaman. Berdasar pada makna ini adanya sesuatu yang luas, dan itulah dimaksudkan dengan berlapang dada. Dalam tradisi kita biasa berjabat tangan atau salam-salaman. Jabat tangan dalam bahasa Arab disebut “المُصَافَحَة” Berjabat tangan sebagai simbol kelapangan jiwa atau lapang dada. Makanya ketika ada suatu perdamaian antar golongan dan kelompok atau antar negara, pemimpinnya biasanya berjabat tangan sebagai simbol bahwa tidak ada lagi masalah di antara mereka. Sudah saling memaafkan, saling pengertian, saling kesepahaman.
Dalam kaitannya dengan berjabat tangan ini, Rasulullah SAW. bersabda:
مَا مِنْ مُسْلِمَيْنِ يَلْتَقِيَانِ فَيَتَصَافَحَانِ إِلَّا غُفِرَ لَهُمَا قَبْلَ أَنْ يَفْتَرِقَا
Tidaklah dua orang Muslim berjumpa lalu keduanya berjabat tangan kecuali dosa keduanya diampuni sebelum keduanya berpisah. (HR. Tirmidzi dari al-Barra’ bin ‘Azib).
Dalam hadis ini, Rasulullah SAW. mengapresiasi dengan jaminan pengampunan dosa bagi kedua orang yang berjabat tangan. Perbuatan jabat tangan selain bernilai ibadah juga merupakan media dan sarana mempererat hubungan silaturrahim, mempererat persaudaraan, dan kekeluargaan.
Lalu bagaimana dengan kebiasaan berjabat tangan ketika usai shalat fardhu?
Imam an-Nawawi (676 H/1277 M) ulama besar bermadzhab Syafi’i telah menulis sekitar 315 kitab, di antaranya kitab Riyadh ash-Shalihin, Syarh Shahih Muslim, at-Taqrib tentang Ulum al-Hadits, kitab fiqh rujukan madzhab Syafi’i al-Majmu’ Syarh Muhadzdzab, Raudhah ath-Thalibin, dan beberapa karya lainnya. Dalam kitabnya al-Adzkar h. 249 menulis mengenai masalah jabat tangan ini:
واعلم أن هذه المصافحة مستحبة عند كل لقاء, وَأَمَّا مَا اعْتَادَهُ النَّاسُ مِنَ الْمُصَافَحَةِ بَعْدَ صَلَاتَيِ الصُّبْحِ وَالْعَصْرِ، فَلَا أَصْلَ لَهُ فِي الشَّرْعِ عَلَى هَذَا الْوَجْهِ، وَلَكِنْ لَا بَأْس به فإن أصل المصافحة سنة
Ketahuilah bahwa berjabat tangan adalah disunnatkan setiap kali berjumpa. Adapun yang menjadi kebiasaan masyarakat berjabat tangan setelah shalat Subuh dan shalat Ashar, tidak ada asal pokoknya dalam syariat Islam, pada sisi ini, akan tetapi tidak apa-apa dilaksanakan, sebab pada dasarnya berjabat tangan adalah sunnat”
Syekh ath-Thahawi (321 H/) ulama bermadzhab Abu Hanifah menyatakan::
وَكَذَا تُطْلَبُ الْمُصَافَحَةُ، فَهِيَ سُنَّةٌ عَقِبَ الصَّلَاةِ كُلِّهَا “
Demikian juga dianjurkan berjabat tangan. Hukumnya sunnah setiap selesai shalat”
Syekh Abd al-Ghani an-Nubulsi (1731 M) menyatakan:
إِنَّهَا دَاخِلَةٌ تَحْتَ عُمُوْمِ سُنَّةِ الْمُصَافَحَةِ مُطْلَقًا “
Berjabat tangan setelah shalat masuk dalam keumuman sunnah berjabat tangan secara mutlak”
Maksudnya, hadis di atas yang menyebutkan dua orang muslim berjumpa lalu berjabat tangan, dosa kedua orang tersebut diampuni.
Berjabat tangan ketika berjumpa di tempat dan waktu lainnya maupun berjumpa di Masjid ketika usai shalat berjamaah.
Dengan keterangan para ulama tersebut yang sangat paham dan mengerti tentang hadis dan hukum-hukum syariat dengan berbagai karyanya, jelas bahwa berjabat tangan dengan sesama adalah perbuatan baik dan sunnah. Termasuk ketika usai shalat fardhu, jabat tangan bukanlah perbuatan bid’ah. Tetapi bernilai ibadah dan semakin mempererat hubungan persaudaraan dan kekelurgaan. Apalagi diiringi wajah ceria dan senyum.
Pontianak, Ahad, 7 Mei 2023